Jawa Barat menggagas program pendidikan berbasis barak militer
Pemerintah Provinsi Jawa Barat baru-baru ini menggagas program pendidikan berbasis barak militer sebagai upaya pembinaan bagi remaja bermasalah. Tujuan utamanya adalah membentuk karakter peserta didik yang disiplin, bertanggung jawab, dan tangguh menghadapi tantangan zaman.
Program ini menambah warna dalam dunia pendidikan nasional, terutama karena hadir bersandingan dengan pendekatan pendidikan lain yang lebih dulu digagas Kementerian Agama: pendidikan berbasis kurikulum cinta. Kurikulum ini menekankan pengembangan karakter melalui kasih sayang, cinta kepada Tuhan, sesama manusia, dan lingkungan.
Kedua pendekatan ini merepresentasikan dua kutub yang berbeda dalam strategi pembentukan karakter generasi muda Indonesia. Pendidikan model barak militer identik dengan struktur yang ketat, sedangkan pendidikan humanis atau berbasis cinta menekankan kebebasan berekspresi dan hubungan emosional yang kuat antara pendidik dan peserta didik.
Keunggulan Pendidikan Berbasis Barak Militer
Model pendidikan yang meniru sistem militer, seperti di SMA Taruna Nusantara atau program pembinaan di Dodik Bela Negara Rindam III/Siliwangi, menawarkan sejumlah keunggulan:
• Pembentukan Disiplin dan Tanggung Jawab
Peserta didik dibentuk melalui rutinitas yang teratur dan sistem penghargaan-punishment yang jelas, menumbuhkan karakter yang patuh dan bertanggung jawab.
• Mental Tangguh dan Mandiri
Tekanan dan tantangan dalam lingkungan pendidikan ini mendorong peserta didik untuk tidak mudah menyerah serta mampu mengatasi masalah secara efisien.
• Kesiapan Beradaptasi
Lulusan sistem ini cenderung memiliki kemampuan adaptasi tinggi dalam lingkungan kerja dan sosial.
• Pengembangan Fisik yang Optimal
Fokus pada pelatihan fisik menjadikan peserta didik lebih sehat dan memiliki ketahanan fisik yang baik.
Namun, pendekatan ini juga memiliki kelemahan:
• Menekan Kreativitas dan Inisiatif
Sistem yang kaku dapat membatasi perkembangan ide dan kebebasan berpikir.
• Risiko Tekanan Mental
Disiplin ekstrem tanpa ruang emosional dapat berdampak negatif pada kesehatan mental.
• Kurang Fleksibel dan Personal
Tidak semua peserta didik cocok dengan sistem yang seragam dan cenderung formal.
• Minim Empati dan Emosi
Interaksi yang kaku bisa mengurangi kepekaan emosional dan kedekatan sosial.
Kelebihan Pendidikan Berbasis Kasih Sayang (Eros)
Sebaliknya, pendekatan pendidikan berbasis kasih sayang seperti yang diterapkan di Sekolah Alam Indonesia, sekolah ramah anak, hingga beberapa madrasah di Banjarmasin, mengusung nilai-nilai humanis dan pengembangan diri secara menyeluruh.
Keunggulan dari pendekatan ini antara lain:
• Meningkatkan Motivasi Intrinsik
Siswa terdorong belajar karena rasa ingin tahu, bukan karena tekanan atau hukuman.
• Menumbuhkan Kreativitas dan Inovasi
Lingkungan yang mendukung membuat peserta didik bebas berekspresi dan berinovasi.
• Penguatan Kecerdasan Emosional dan Sosial
Penekanan pada empati dan kerja sama membentuk karakter yang peka terhadap sesama.
• Pembelajaran yang Menyenangkan dan Bermakna
Proses belajar menjadi pengalaman emosional yang positif dan berkesan.
Namun, sistem ini juga memiliki tantangan:
• Kurangnya Disiplin Eksternal
Tanpa struktur yang kuat, beberapa siswa kesulitan membangun disiplin diri.
• Sulit Diukur Secara Standar
Fokus pada aspek non-akademik membuat hasil belajar sulit diukur secara objektif.
• Menuntut Kualitas Guru yang Tinggi
Guru perlu memiliki kecakapan pedagogik, empati, dan kemampuan fasilitasi yang kompleks.
• Risiko Kebebasan Berlebihan
Tanpa kontrol yang bijak, kebebasan bisa berkembang ke arah yang negatif.
Menuju Pendidikan Holistik
Baik pendekatan militeristik maupun humanistik sejatinya memiliki tujuan yang sama: menciptakan generasi bangsa yang berkualitas. Satu menekankan ketangguhan dan keteraturan, yang lain mengutamakan kemanusiaan dan kreativitas.
Masa depan pendidikan Indonesia idealnya tidak memilih salah satu, melainkan menyinergikan keduanya. Kita memerlukan generasi yang tangguh namun empatik, disiplin namun kreatif, serta bertanggung jawab namun juga penuh cinta terhadap sesama dan lingkungan.
Untuk itu, kebijakan pendidikan perlu dirancang secara holistik, inklusif, dan adaptif terhadap kebutuhan peserta didik yang beragam.