Menarik, Fakta Fast Fashion Punya Andil Besar

Ilustrasi fashion. (dok. Unsplash.com/@marcusloke)

Program Director for Sustainable Governance Strategic Kemitraan Dewi Rizki dan Runner Up Pertama Putri Indonesia Bengkulu 2022 Dinda Ayudita membagikan sejumlah fakta menarik mengenai limbah fesyen di balik produksi dan konsumsi industri fast fashion.

Merujuk pada UN Conference of Trade and Development (UNCTD) 2019, fesyen disebut sebagai industri paling berpolusi kedua di dunia, setelah industri perminyakan. Sepuluh persen dari emisi karbon yang memengaruhi krisis iklim dihasilkan dari industri fesyen.

Berikut lima fakta yang perlu digarisbawahi dan diketahui mengenai limbah fesyen, terutama bagi pengguna yang ingin menerapkan “diet” baju dan produk fesyen lain, dikutip melalui keterangan resmi pada Sabtu.

Fast fashion punya andil besar

“Karena harganya yang murah dan modelnya sedang tren, banyak anak muda yang tertarik untuk membeli pakaian dari merek-merek fast fashion tersebut,” ujar Dewi.

Dahulu rata-rata merek merilis dua koleksi, yaitu koleksi musim panas dan musim dingin. Namun, sekarang frekuensinya bisa jauh lebih tinggi. Ada merek global yang merilis hingga belasan koleksi per tahun. Bahkan, mengeluarkan hingga lebih dari 40 koleksi.

Memahami ancaman di balik fast fashion, Dinda sendiri selalu memilih model dan warna pakaian yang everlasting, misalnya blazer warna hitam yang bisa dipadankan dengan dalaman dan aksesori warna apa pun.

Berbagai rupa limbah fesyen

Dinda bercerita dirinya pernah melihat sampah yang menggunung, rupanya sampah tersebut terdiri dari berbagai pakaian. Sampah tersebut termasuk limbah fesyen yang berasal dari sisa kain dari produksi pakaian di pabrik berskala kecil dan besar, serta pakaian tak terpakai yang dibuang.

Sejumlah bahan pakaian tidak mudah terurai secara alami, seperti polyester dan nilon yang membutuhkan waktu terurai antara 20 hingga 200 tahun. Walau begitu, terdapat pula bahan alami seperti kain katun dan linen.

Selain itu, limbah fesyen juga termasuk limbah cairan. Industri fesyen, kata Dewi, menyumbang dua puluh persen limbah cairan di dunia. Pewarnaan tekstil menjadi polutan air terbesar kedua di dunia karena sisa air dari proses pewarnaan sering kali dibuang ke selokan dan sungai.

Berdampak pada krisis iklim

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup