Menu

Mode Gelap

Nasional · 19 Jul 2021 11:33 WIB ·

Kampanye “Stop Berita Covid-19” Merupakan Bentuk Pelecehan Terhadap Jurnalis


					Kampanye “Stop Berita Covid-19” Merupakan Bentuk Pelecehan Terhadap Jurnalis Perbesar

JAKARTA – Organisasi profesi wartawan, Aliansi Jurnalis Independen atau AJI mengecam munculnya kampanye stop baca berita Covid-19.

Ajakan untuk tidak membaca, mengunggah dan membagikan berita tentang Covid-19 beredar dalam beberapa media sosial sepekan terakhir.

Seruan tersebut disampaikan melalui poster digital dan teks tertulis.

AJI (Aliansi Jurnalis Independen) menemukan setidaknya 9 poster digital dengan desain mirip yang mengatasnamakan warga Bojonegoro, Lamongan, Gresik, Purbalingga, Banyumas, Semarang, Yogyakarta, Majalengka, dan Cirebon.

Seruan dalam bentuk tertulis dengan pesan serupa juga menyebar melalui grup-grup WhatsApp.

Tulisan tersebut mengklaim terdapat sejumlah negara yang melarang warga negaranya mengirimkan berita tentang Covid-19 melalui media sosial.

Antara lain Timor Leste, Brunei Darussalam, Singapura, Malaysia, dan Australia. Seruan melalui teks tersebut juga meminta agar pesan tersebut disebarkan sebanyak-banyaknya ke teman dan saudara.

Ada kesamaan pesan agar masyarakat tidak membaca, mengikuti informasi dan berita tentang Covid-19 di media, karena dianggap bisa menganggu imun.

Belum diketahui siapa yang menjadi otak di balik penyebaran poster digital dan teks tertulis tersebut.

Tapi temuan jurnalis di beberapa kota, pesan ini awalnya justru disebarkan oleh pejabat dan aparat setempat. 

AJI menilai hal ini merupakan bagian dari propaganda keliru yang bisa membahayakan keselamatan publik.

Hal ini karena ajakan tersebut disampaikan di saat wabah terjadi meluas dan menyebabkan warga sulit mendapatkan layanan fasilitas kesehatan yang sudah penuh pasien.

Ajakan ini bisa menyebabkan masyarakat terjebak pada rasa aman palsu (toxic positivity), yang justru akan membuat mereka abai dengan protokol kesehatan.

Informasi yang akurat mengenai skala penularan dan dampak dari pandemi ini justru dibutuhkan warga untuk membangun kesiapsiagaan.

Tindakan publik mengunggah berita itu juga bagian hak kebebasan berekspresi yang telah dijamin oleh UUD Pasal 28F yang berbunyi: “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya,

serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.”

Menyikapi hal tersebut, AJI Indonesia menyatakan:

1. Mengecam penyebaran seruan tidak membaca, mengunggah dan membagikan berita tentang Covid-19 karena dapat membahayakan keselamatan publik.

Seruan ini berpotensi membuat publik tidak mendapatkan informasi yang tepat. Padahal informasi tersebut dibutuhkan untuk membuat keputusan yang tepat dalam menentukan tindakan agar dapat selamat dalam situasi pandemi Covid-19 yang semakin mengganas.

2. Seruan ini merupakan bentuk pelecehan terhadap jurnalis dan karya jurnalistik karena dinilai sebagai penyebab turunnya imun seseorang dalam situasi pandemi.

Jurnalis profesional dalam bekerja selalu mematuhi Kode Etik Jurnalistik. Kendati demikian, masyarakat yang merasa dirugikan pemberitaan dapat meminta hak jawab dan hak koreksi, serta melapor ke Dewan Pers sebagaimana diatur dalam Undang-undang Pers.

3. AJI juga melihat seruan ini sengaja dipropagandakan untuk membungkam upaya kritis media dalam memberitakan fakta-fakta mengenai pandemi dan penanganannya di Indonesia.

Karena itu pemerintah, terutama Kementerian Komunikasi dan Informatika perlu meluruskan mengenai hal ini.

4. Meminta Dewan Pers segera menyikapi serangan-serangan terhadap jurnalis dan pers nasional dalam pandemi Covid-19 yang semakin masif dan mengancam kebebasan pers.

Awal bulan lalu (5/7), kepolisian Indonesia atau Humas Polda Bengkulu juga memberikan stempel hoaks terhadap berita 63 pasien meninggal dunia di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) DR. Sardjito Yogyakarta, akibat kelangkaan oksigen.

Stempel hoaks atau informasi bohong terhadap berita yang terkonfirmasi, merusak kepercayaan masyarakat terhadap jurnalisme profesional, yang telah menyusun informasi secara benar sesuai Kode Etik Jurnalistik.

Dewan Pers perlu berkoordinasi secepatnya dengan aparat penegak hukum untuk menghentikan kekerasan terhadap jurnalis yang mengancam kebebasan pers dan membahayakan keselamatan publik.

Jakarta, 17 Juli 2021

Ketua Umum AJI Indonesia Sasmito Madrim

Sekretaris Jenderal AJI Indonesia Ika Ningtyas

Hotline: 08111137820

Artikel ini telah dibaca 128 kali

badge-check

Editorial Staff

Baca Lainnya

Satpol-PP Kabupaten Bekasi Akan Patroli di Bulan Puasa

22 Maret 2023 - 05:39 WIB

CBFB1590 7542 4EC0 9797 44A40105D226

Pemerintah Menetapkan Permenaker Terbaru!

17 Maret 2023 - 09:58 WIB

77B1C82D 0C67 4240 A7CA BAD7798EA4BE

Presiden Jokowi Turun Gunung, Tunda Pemilu 2024

17 Maret 2023 - 01:52 WIB

pemilu

VIDEO: Rekonstruksi Kasus Penganiayaan Terhadap D

12 Maret 2023 - 05:19 WIB

Kekasih Mario Dandy Anak Pejabat Pajak, AG Resmi Ditahan

10 Maret 2023 - 02:24 WIB

WhatsApp Image 2023 03 09 at 01.33.13

Kementerian Perindustrian Anggarkan Rp 140 Miliar untuk Hannover Messe 2023

8 Maret 2023 - 16:45 WIB

WhatsApp Image 2023 03 08 at 15.41.06
Trending di Nasional