Asal-usul Joged Bumbung Bali

waktu baca 3 menit
Dok: Tribun Bali/I Nyoman Mahayasa

terkenal.co.id – Di Pulau Dewata siapa yang tidak mengenal joged bumbung? Joged ini merupakan joged fenomenal yang sangat dikenal oleh masyarakat Bali. Mengandung tiga unsur yaitu etika, logika dan estetika.

Joged yang berasal dari Desa Kalopaksa, Seririt, Buleleng ini cukup fenomenal karena mengalami pergeseran makna tarian yang terkandung di dalamnya. Dari tarian sederhana menjadi tarian yang erotis dan sempat mendapat julukan sebagai joged porno.

Ketika penari menampilkan Joged Bumbung, maka penari tersebut akan mengajak satu penonton untuk ikut menari. Tarian ini termasuk tarian yang menghibur, karena siapapun bisa ikut menari dan tidak jarang mengundang gelak tawa.

Umumnya penari Joged Bumbung adalah perempuan. Mereka akan menarik penonton dari kalangan laki-laki untuk ikut ngibing atau berpartisipasi dalam tarian. Penari joged pada awalnya menari sendiri yang disebut ngelembar.

script async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js?client=ca-pub-7087156125112803" crossorigin="anonymous">

Setelah itu penari mencari pasangannya seorang laki-laki yaitu salah seorang lelaki yang menonton yang dihampiri si penari, dan laki-laki itu kemudian diajaknya menari bersama-sama atau diajaknya ngibing. Begitulah seterusnya si penari berganti-ganti pasangan yang dipilihnya. Tari Joged ini ada persamaannya dengan tari gandrung.

Sayangnya dalam praktiknya banyak penonton yang menjadi pengibing tak segan-segan menyentuh anggota tubuh penari. Para penari pun menyadari hal tersebut.

“Kita juga harus bisa bersabar, kita juga harus tahu dengan jalannya pengibing. Soalnya pengibing itu kan tangannya nakal-nakal. Jadi kita harus bisa mengatasinya juga. Supaya kita tidak merasa disakiti atau merasa dihina,” kata salah seorang penari Joged Bumbung Desak Tri kepada media dalam reportase TRANS.

Bahkan beberapa tahun yang lalu, tepatnya pada tahun 2017 Joged Bumbung sempat ramai diperbincangkan. Beredar beberapa video di media sosial yang menampilkan pertunjukan Joged Bumbung yang diwarnai gerakan tak senonoh. Di akun sosmed seperti YouTube, sampai sekarang masih saja ada yang mempertontonkan Joged Bumbung yang terkesan erotis.

Sejarah terciptanya joged bumbung di Buleleng diawali dengan pementasan tarian oleh sekelompok petani di Desa Lokapaksa. Diiringi seperangkat gamelan dari bambu yang dikenal dengan sebutan ting klik mereka mengisi waktu luang di tengah keletihan mengolah lahan sawah dengan menampilkan sebuah tarian sederhana.

Meski digarap dengan sederhana, nyatanya tarian tersebut mampu menghibur para petani kala itu.

Beranjak dari Desa Kalopaksa kesenian ini kemudian berkembang ke beberapa desa lain di Kabupaten Buleleng dan kabupaten-kabupaten lain di provinsi Bali hingga membentuk sekaa-sekaa (kelompok) joged. P

esatnya perkembangan sekaa joged bumbung di beberapa daerah di Buleleng mengakibatkan munculnya persaingan yang sangat kompetitif antar sekaa.

Hal ini memaksa mereka untuk berinovasi menciptakan kreasi baru dari joged bumbung sendiri agar sekaa mereka tetap eksis dan diminati oleh masyarakat.

Kebebasan menciptakan inovaasi baru joged bumbung ini mengakibatkan perkembangannya menjadi tidak terkontrol dan keluar dari pakemnya.

Joged bumbung yang dulu memiliki makna sebagai tarian pergaulan dan merakyat, tetapi saat ini sudah dirusak oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab dan secara kasat mata terlihat sangat buruk.

Munculah joged bumbung sebagai sesuatu yang fenomenal. Tidak lagi dipandang sebagai tarian yang sederhana, tetapi sudah berubah menjadi joged porno nan erotis.

Kemunculan joged bumbung versi kreasi baru yang dipandang sebagai sesuatu yang erotis dan porno menimbulkan keprihatinan pemerintah provinsi dan daerah.

Secara bersama-sama keduanya kemudian melakukan pembinaan menyasar sekaa joged bumbung di seluruh Bali, termasuk di Buleleng. Pembinaan ini menyadarkan para seniman untuk tetap mempertahankan pakem asli kesenian joged bumbung.

Pakem asli ini bagaimana tariannya tetap mengikuti etika dan sesuai norma kesopanan di masyarakat. Selain pembinaan menyangkut pakem asli, tim pembina ini juga menyarankan kepada desa pakraman untuk berpartisipasi menyarankan masyarakatnya untuk mementaskan joged bumbung sesuai pakem asli dan masih menjunjung tinggi nilai kesopanan yang berkembang di masyarakat.

Bahkan tim pembina ini berencana agar desa pakraman memasukkan larangan mementaskan kesenian joged porno dalam pararem awig-awig di desa pakraman bersangkutan.

Sumber: Berbagai Sumber

Editor: Ardi Priana

Slideshow ini membutuhkan JavaScript.

Advertisement
Advertisement
%d