Kasus Dugaan Suap Korupsi Lukas Enembe Rp 11 miliar
terkenal.co.id – Indonesia dikejutkan oleh kasus korupsi Gubernur Papua Lukas Enembe. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Lukas atas kasus dugaan suap dan gratifikasi bernilai Rp 11 miliar.
Dikutip dari Detik, Lukas ditangkap setelah dirinya ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus dugaan korupsi. Setelah ditangkap, Lukas kemudian diterbangkan ke Jakarta untuk menjalani pemeriksaan intensif.
Setiba di Jakarta, Lukas dibawa ke RSPAD untuk menjalani pemeriksaan kesehatan. Lukas kemudian dirawat terkait kondisi kesehatannya.
Ketua KPK Firli Bahuri mengungkapkan bahwa Lukas Enembe diduga menerima suap dan gratifikasi terkait proyek pembangunan infrastruktur di Provinsi Papua. Total suap dan gratifikasi yang diterima Lukas diduga senilai Rp 11 miliar.

Adapun, rinciannya Rp 1 miliar diduga suap. Sisanya, yakni Rp 10 miliar, merupakan total gratifikasi.
“Sebelum maupun setelah terpilih untuk mengerjakan proyek dimaksud, tersangka LE diduga menerima uang dari tersangka RL (penyuap) sebesar Rp 1 miliar,” kata Firli saat konpers di RSPAD Gatot Soebroto, Rabu (11/1/2023).
“Tersangka LE diduga juga telah menerima pemberian lain sebagai gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya yang berdasarkan bukti permulaan sejauh ini berjumlah sekitar Rp 10 miliar,” tambahnya.
Firli mengungkapkan kasus ini bermula saat Lukas Enembe menerima suap dan gratifikasi dari tersangka RL dari PT Tabi Bangun Papua (TBP).
Lukas ditenggarai berperan aktif dalam pengadaan proyek infrastruktur di Dinas PUTR Pemprov Papua dengan memenangkan perusahaan tertentu, salah satunya PT TBP.
KPK sendiri telah memblokir rekening Lukas Enembe berisi uang mencapai Rp 76 miliar. KPK juga menggeledah sejumlah tempat terkait dugaan penerimaan suap dan gratifikasi Gubernur Papua Lukas Enembe.
Dari penggeledahan tersebut, KPK telah menyita aset dengan total Rp 4,5 miliar. Aset tersebut berupa emas dan kendaraan mewah.
“Kami pun telah melakukan penggeledahan lebih kurang 6 tempat daerah yang kami lakukan di tempat yang tersebar di Papua, Jakarta, Sukabumi, Bogor, Tangerang, Batam,” kata Firli.
Menurut KPK, Lukas Enembe diduga melanggar pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 dan pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Tilep Uang Tiga Proyek
KPK mengungkap Gubernur Papua Lukas Enembe menerima suap dan gratifikasi dari pengerjaan proyek Pemprov Papua pada 2021 silam. KPK pun mengungkap daftar ketiga proyek itu.
“Pertama, proyek multiyears peningkatan Jalan Entrop Hamadi dengan nilai Rp 14,8 M,” ujar KPK, dikutip dari video 20Detik, Kamis (12/1/2023).
Kedua, proyek multiyears rehab sarana dan prasarana penunjang PAUD integrasi dengan nilai proyek Rp 13,3 M. Sementara yang ketiga adalah proyek dengan nilai Rp 12,9 M.
Ketiga adalah proyek penataan lingkungan venus menembak outdoors Auri dengan nilai proyek Rp 12,9 M.
KPK memastikan perkara yang menyeret Lukas Enembe akan dilanjutkan dengan proses hukum yang berlaku. Namun demikian, KPK mengaku tidak akan mengesampingkan asas tugas pokok hingga hak asasi manusia.
“Kami pastikan bahwa perkara yang sedang kita tangani juga tetap kita lanjutkan dengan berpedoman kepada ketentuan prosedur hukum dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” tegas Firli.
Siasat ‘Nasi Bungkus’
Upaya menangkap Lukas Enembe tidak mudah. Polisi dan KPK harus melakukan siasat yang rapih. Siasat yang digunakan adalah dengan menghitung nasi bungkus di balik penangkapan Lukas Enembe.
Menko Polhukam Mahfud MD mengaku pihaknya menghitung pesanan nasi bungkus untuk memetakan kekuatan pendukung Lukas Enembe.
“Kita tahulah Lukas tuh pendukungnya berapa, hari pertama dia beli nasi bungkus misalnya 5.000. Besok turun 3.000, terakhir turun cuma 60. Ini sekarang sudah tidak ada orang yang jaga di sana, kita tahu. Masa kita tidak tahu yang begitu, makanya terus dihitung cara menangkapnya gimana. Gampang kan nangkap-nya,” ujar Mahfud, dikutip Kamis (12/1/2023).
Mahfud mengatakan, pihaknya mengantongi catatan katering untuk massa yang sering duduk-duduk di sekitar rumah Lukas Enembe. Mahfud juga mengatakan aparat bergerak setelah melihat jumlah massa terus berkurang.
“Kita punya juga catatan dari katering untuk makanan buat yang suka duduk-duduk di depan rumah (Lukas), itu sehari turun, sehari turun, kita menghitung tiap hari ada catatannya, sehingga nangkap-nya lebih gampang,” katanya.
Dengan mencatat ini, maka polisi dan KPK bisa menangkap Lukas ketika massa tidak banyak.
Namun, tetap saja, penangkapan Lukas Enembe menuai korban jiwa. Simpatisan meninggal sebanyak satu orang dan empat lainnya luka-luka.
Simpatisan Gubernur Papua Lukas Enembe meninggal dunia saat hendak menghalang-halangi penangkapan oleh KPK di Bandara Sentani Jayapura. Simpatisan tersebut meninggal setelah diberi tembakan peringatan oleh petugas karena dinilai membahayakan.
Temuan PPATK
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan transaksi setoran tunai kasino judi menyangkut Lukas Enembe sejak 2017.
“Sejak 2017 sampai hari ini, PPATK sudah menyampaikan hasil analisis, 12 hasil analisis kepada KPK,” kata Ketua PPATK Ivan saat jumpa pers di Kemenko Polhukam, Jakarta, dikutip Kamis (12/1/2023).
Variasi kasusnya adalah adanya setoran tunai atau ada setoran dari pihak lain. Menurut Ivan, angkanya miliaran rupiah sampai ratusan miliar rupiah.
“Salah satu hasil analisis itu adalah terkait dengan transaksi setoran tunai yang bersangkutan di kasino judi senilai 55 juta dolar atau Rp 560 miliar itu setoran tunai dalam periode tertentu,” kata PPATK.
Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan pemerintah pusat mengawasi pergerakan keuangan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua. Dia mengatakan sebagian uang Pemprov Papua juga dibekukan.
“Pergerakan uang, Pemda sekarang dalam pengawasan kami dan sebagian di-freeze (dibekukan),” kata Mahfud di Kemenko Polhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (11/1/2023).
Mahfud mengatakan telah berkoordinasi dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk membekukan rekening tersebut. Dia mengatakan pembekuan rekening tersebut dilakukan agar tidak disalahgunakan.
PPATK mengungkapkan nilai pembekuan rekening mencapai Rp 1,5 trilliun. Menurut Ivan, ini dilakukan dalam rangka mencegah penyimpangan.
“Tahapan akan kami proses terus melalui koordinasi dalam rangka analisis,” ujarnya. Dia menambahkan jumlah nilai APBD yang diblokir bisa bertambah bahkan berkurang.
Dikutip BPK, pemerintah menggelontorkan anggaran Rp84,7 triliun untuk Provinsi Papua dan Papua Barat pada 2022. Total dana tersebut dialokasikan untuk Provinsi Papua Barat sebesar Rp27,24 triliun dan untuk Papua sebesar Rp57,41 triliun.
Adapun, anggaran tersebut terdiri dari Rp12,9 triliun dana otonomi khusus (otsus), dana tambahan infrastruktur (DTI), dana transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) sebesar Rp50,2 triliun, dan belanja kementerian atau lembaga sebesar Rp21,6 triliun.
(CNBC/haa/haa/terkenal)