terkenal.co.id – Anggota Komisi I DPR Dave Laksono mendukung upaya aparat penegak hukum untuk menelusuri dugaan aliran dana dari Gubernur Papua Lukas Enembe ke kelompok-kelompok separatis Papua.
Menurut Dave, setiap warga negara Indonesia tidak boleh mendukung, apalagi mendanai pergerakan kelompok separatis.
“Jadi merupakan suatu kewajiban dari PPATK dan juga BNPT untuk kerja sama terus dengan KPK dan kepolisian untuk menelusuri aliran dana yang bisa menyebabkan pergerakan kelompok separatis,” ujar Dave dikutip dari Beritasatu.com, Sabtu (14/1/2023).
Dave menegaskan mendanai pergerakan kelompok separatis juga merupakan kejahatan terhadap kedaulatan negara. Untuk itu, kata dia, tidak bisa dibiarkan dan jika terbukti, maka harus ditindak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
“Tentu wajib ditelusuri apakah ada aliran dana dari masyarakat umum manapun apalagi mereka yang masih berstatus WNI kepada kelompok-kelompok separatis yang selalu membuat kekacauan dan gangguan keamanan situasi politik di Papua atau nasional,” tegas Dave.
Dave juga menyoroti pernyataan pemimpin United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) Benny Wenda yang meminta Indonesia membebaskan Lukas Enembe. Menurut Dave, pernyataan tersebut aneh karena disampaikan Benny Wenda yang merupakan pimpinan kelompok separatis yang secara hukum bersalah.
“Jadi, bila memang Benny Wenda ingin menegakkan keadilan, ingin menciptakan perdamaian, kami sarankan beliau kembali ke tanah air, menyerahkan diri dan ikuti proses hukum yang berlaku,” imbuh Dave.
Menurut Dave, Lukas Enembe dan Benny Wenda sama-sama orang bersalah. Benny Wenda merupakan pengganggu kedaulatan negara dan Lukas Enembe merupakan tersangka kasus korupsi yang merusak masyarakatnya sendiri dan bangsa.
“Nah, ini jelas-jelas adalah pihak yang bersalah,” pungkas Dave.
Sebelumnya, Benny Wenda meminta pemerintah Indonesia mesti segera melepaskan Lukas Enembe. Menurut Benny, kasus korupsi yang dituduhkan kepada Enembe merupakan rekayasa.
“Indonesia harus segera melepaskan Gubernur Lukas Enembe yang ditangkap atas tuduhan korupsi palsu,” tulis Benny melalui akun Twitter pribadinya, @BennyWenda, Rabu (11/1/2023).
Kemudian beredar foto Lukas Enembe dengan sekelompok pilot, termasuk Anton Gobay yang merupakan kombatan Organisasi Papua Merdeka (OPM). Diketahui, Anton Gobay merupakan kombatan OPM dan bergabung dengan West Papua Army dengan panglima tertinggi Damianus Magai Yogi. Damianus menginduk pada Benny Wenda. Anton Gobay ditangkap di Filipina saat mempersiapkan senjata untuk kelompok separatis pada 7 Januari 2023.
Diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK terus menelusuri aliran uang terkait kasus dugaan suap dan gratifikasi yang menjerat Gubernur Papua Lukas Enembe. Salah satunya terkait potensi aliran uang ke OPM (Organisasi Papua Merdeka).
“Terkait dengan aliran uang jadi kami dalam mengumpulkan bukti pasti follow the money. Jadi uang itu, alirannya pasti kami telusuri,” tutur Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (13/1/2023).
Saat ini, Lukas Enembe telah ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi.
Ali Fikri menyampaikan, KPK membuka peluang untuk menjerat Lukas Enembe dengan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU). Hanya saja, untuk melakukan hal itu KPK mesti perlu menelusuri aliran uang Lukas Enembe.
“Kami pastikan KPK juga terus telusuri uang, aliran uang dalam bentuk perubahan aset atau ke mana diberikan kepada pihak lain setelah diterima tersangka LE (Lukas Enembe), sehingga kemungkinan apakah bisa diterapkan ketentuan TPPU? Ini juga kajian kami ke depan,” ungkap Ali.
KPK menetapkan Lukas sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi. Selain Lukas, KPK juga menetapkan Direktur PT Tabi Bangun Papua Rijatono Lakka sebagai tersangka pemberi suap.
Rijatono diduga menyuap Lukas Enembe dan sejumlah pejabat Pemprov Papua agar bisa memenangi sejumlah proyek infrastruktur.
Atas ulahnya, Rijatono disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara, Lukas disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
sumber: beritasatu