Berpotensi Kriminalisasi Advokat, RUU KUHP Tuai Kritik
JAKARTA – Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) kembali menarik perhatian publik. Kali ini, yang menjadi sorotan adalah mereka yang berprofesi sebagai advokat, pasalnya dalam draf RUU KUHP tersebut ada beberapa pasal terkait pemidanaan terhadap advokat yang berbuat curang dan manipulasi (tidak jujur).
Adapun bunyi pasal 282 dan pasal 515 draf RUU KUHP yang menjadi sorotan yakni:
Pasal 282
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V advokat yang dalam menjelankan pekerjaanya secara curang:
a. mengadakan kesepakatan dengan pihak lawan klien, padahal mengetahui atau sepatutnya menduga bahwa perbuatan tersebut dapat merugikann kepentingan pihak kliennya; atau
b. mempengaruhi panitera, panitera pengganti, juru sita, saksi, juru bahasa, penyidik, penuntut umum, atau hakim dalam perkara, dengan atau tanpa imbalan.
Pasal 515
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III:
a. advokat yang memasukkan atau meminta memasukkan dalam surat gugatan atau permohonan cerai atau permohonan pailit, keterangan tentang tempat tinggal atau kediaman tergugat atau debitur, padahal diketahui atau patut diduga bahwa keterangan tersebut bertentangan dengan keadaan yang sebenarnya; atau
b. suami atau istri yang mengajukan gugatan atau permohonan cerai yang memberikan keterangan yang bertentangan dengan keadaan yang sebenarnya kepada advokat sebagaimana dimaksud pada huruf a.
c. kreditur yang mengajukan permohonan pailit yang memberikan keterangan yang bertentangan dengan keadaan yang sebenarnya kepada advokat sebagaimana dimaksud pada huruf a.
Menanggapi kedua pasal di atas, Sekretaris Umum Kongres Advokat Indonesia (AVI), Ibrahim Massidenreng, menyatakan bahwa pihaknya menyayangkan pengaturan sanksi bagi profesi advokat tersebut, lantaran substansi dari rumusan kedua pasal di atas telah diatur dalam Undang-Undang (UU) 18/2003, kode etik advokat serta hukum acara perdata dan niaga.
“Hal ini sangat disayangkan, karena jangan sampai pasal-pasal tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum serta kekacauan hukum,” ungkap Ibrahim, yang dilansir dari hukumonline.com.
Lebih lanjut, Ibrahim menilai bahwa politik hukum dalam Pasal 282 dan Pasal 515 RUU KUHP terkesan mencampuri terlalu jauh wilayah kemandirian profesi advokat dalam menjalankan tugas profesinya.
“Keberatan di sini, bukan berarti advokat enggan diawasi, tetapi mekanisme pengawasan advokat sudah diatur jelas dalam UU Advokat dan kode etik advokat,” sambung Ibrahim.
Selain Ibrahim, advokat asal Yogyakarta, Noor Misuarie Erbachan, juga turut memberi tanggapan terkait RUU KUHP di atas. Menurutnya, diksi menjalankan pekerjaan dengan curang itu sangat multitafsir.
“Terkait isi RUU tersebut, yang perlu menjadi sorotan adalah diksi menjalankan pekerjaan dengan curang, karena itu akan membuat multitafsir sehingga dapat menghambat kerja advokat,” kata Noor Misauri saat dimintai tanggapan pada Minggu, (27/6/2021).
“Terus sebenarnya, di dalam UU Advokat sudah ada yang mengatur mengenai kode etik advokat dan terkait dengan dugaan penyuapan itu juga sudah ada pasal yang mengaturnya sendiri, jadi pasal ini bisa disebut sebagai pasal sampah,” lanjutnya.
Hal senada juga disampaikan advokat asal Kabupaten Bekasi, Fahmi Artha, bahwa pada Pasal 6 UU No 18 Tahun 2003 tentang advokat sudah mengatur tentang kode etik profesi yang harus diperhatikan oleh setiap advokat yang disertai juga penindakan di dalamnya.
“Untuk itu, seharusnya pasal dalam RUU KUHP tersebut bisa ditinjau ulang dan disesuaikan dengan UU yang sudah ada agar tidak membuat kerancuan dalam memunculkan memahami UU tersebut. ” ujar Fahmi.
“Karena, apabila RUU KUHP sampai disahkan, maka persoalan yang muncul kemudian adalah lex specialist derogate legi generali yang artinya UU yang khusus menyampingkan UU yang umum, ” tambahnya.
“Dengan demikian, mana UU yang umum dan mana UU yang khusus akan sulit dibedakan. Apakah UU Advokat yang khusus dan UU KUHP yang umum, atau sebaliknya?,” pungkasnya.
#BeritaHariIni #RUUKUHP
Reporter: Ardi Priana
Editor: Wilujeng Nurani