Tokoh Kabupaten Bekasi Himbau Masyarakat untuk Cegah Politik Uang: Ciptakan Demokrasi yang Sehat

Ilustrasi uang.

Potensi peredaran uang demi mendulang suara terbanyak di Kabupaten Bekasi kental terjadi. Untuk itu, masyarakat diimbau untuk tidak memilih pasangan calon yang menyuap suara mereka.

“Jangan coblos orangnya. Kalau memang orangnya buruk tapi uangnya banyak, jangan dipilih. Karena ini menyangkut Kabupaten Bekasi lima tahun ke depan,” ujar tokoh Bekasi, Laksamana Pertama Ikhwan Syahtaria, beberapa waktu lalu kepada wartawan.

Pria yang juga menjadi pengajar di Universitas Pertahanan ini mengatakan, praktik politik uang kental terjadi di Bekasi. Bahkan dia menyaksikan sendiri kesaksian masyarakat yang rela tidak mencoblos saudaranya yang maju di pemilu karena tidak memberikan imbalan.

“Memang di Bekasi umumnya di Indonesia masalah money politic memang sangat kental. Jadi contoh kemarin pemilihan legislatif itu, saudaranya saja tidak dipilih, saya bilang kenapa saudara mu itu tidak dicoblos? Ah ngapain dia ngasih hanya sekian, sementara ada calon legislatif dari partai itu ngasih sekian (lebih besar),” kata Ikhwan.

Seperti diketahui, politik uang yang dimaksud ini yakni praktik memberikan sesuatu, umumnya uang, kepada masyarakat agar mereka memilih salah satu kandidat. Praktik ini tidak ubahnya seperti menyuap masyarakat untuk mendapatkan suara.

Ikhwan menilai, tingginya praktik politik uang tidak lepas dari kondisi perekonomian masyarakat dan rendahnya edukasi. Banyak masyarakat yang tidak paham tentang kotor upaya tersebut.

“Ini adalah pragmatisme dari masyarkaat kita yang memang kembali lagi pada taraf kehidupan kita. Faktor ekonomi juga memperngaruhi sehingga mereka pragmatis, sehingga mereka lupa yang mereka pilih itu pemimpin yang akan membawa Kabupaten Bekasi sampai lima tahun ke depan,” ucap dia.

Politik uang ini, lanjut Ikhwan, berpotensi kembali terjadi di Pilkada Kabupaten Bekasi. Bukan tidak mungkin, setiap pasangan calon telah menyiapkan strategi bagi-bagi uang menjelang hari pemilihan.

“Di sini pun nanti akan terjadi pertempuran antara pasangan. Mereka masing-masing sudah menyiapkan strategi yang disebut serangan fajar dan sebagainya. Nah ini yang menjadi miris,” ucap dia.

Untuk itu, kampanye untuk menolak politik uang harusnya digencarkan seluruh pihak terutama para penyelenggara serta pengawas pemilu. Karena sebaik apapun visi misi dan program kerja calon, akan terabaikan jika masyarakat masih melihat uang sebagai indikator pilihan mereka.

“Penting sekali mengkampanyekan untuk menolak politik uang, Penting memberikan petunjuk kepada rakyat. Kaarena kalau mereka tidak diberikan guiden mereka akan berpikiran ah yang kasih duit saja yang kita pilih. Maka praktik ini harus dihentikan,” ucap dia.

Tingginya praktik uang di Kabupaten Bekasi dikuatkan oleh survei yang dilakukan Skala Institute beberapa waktu lalu. Hasilnya, hampir separuh dari pemilih bakal mengubah pilihannya karena iming-iming uang, barang dan jasa di Pilkada Kabupaten Bekasi. Tingkat perubahannya bahkan mencapai 45,38 persen.

Survei dilakukan pada periode 1-7 Oktober dengan metode multistage sampling. Survei dilakukan terhadap 400 responden dengan margin of error sebesar 5 persen. Survei serupa dilakukan juga di lima daerah lain yakni Garut, Cianjur, Kota Cirebon, Majalengka dan Kota Bandung. Hasilnya, tingkat perubahan pilihan akibat uang di Kabupaten Bekasi paling tinggi dibanding lainnya.

“Memang yang berbeda di Kabupaten Bekasi, ada atensi khusus terkait perubahan pilihan yang disebabkan oleh faktor uang dan angkanya relatif besar,” ucap Direktur Skala Institute Wahyu Ginanjar. *

Tutup