Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad: Golput Bukan Sifat Kesatria
Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad. Foto: Andri/Man/dpr.go.id
JAKARTA – Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menilai tindakan atau ajakan untuk tidak memilih dalam pemilu atau ‘golput’ adalah bagian dari menghalangi proses demokrasi dan melanggar undang-undang (UU). Padahal di dalam UU Nomor 07 Tahun 2017 tentang Pemilu, mencegah terjadinya golput.
“Tepatnya di Pasal 531 yang berbunyi, setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan menghalangi seseorang untuk memilih, membuat kegaduhan, atau mencoba menggagalkan pemungutan suara dipidana paling lama empat tahun dan denda maksimal Rp48 juta,” kata Dasco dalam keterangan tertulisnya yang diterima Parlementaria, Senin (31/5/2021). Hal itu dikatakan Dasco berkaitan dengan adanya ajakan golput untuk Pemilu 2024 yang masih tiga tahun lagi.
Ia menilai diskursus tentang politik dan pemilu di tengah masyarakat adalah hal yang wajar karena setiap orang berhak untuk menentukan pilihan politiknya. “Semakin banyak yang memikirkan pemilu, semakin baik politik kita. Artinya, kontribusi publik dalam menentukan arah bangsa semakin meningkat, ini fenomena yang positif,” ujar Rektor Universitas Kebangsaan Republik Indonesia (UKRI) itu.
Dasco mengimbau kepada siapa pun agar tidak mengajak orang untuk golput karena tindakan golput adalah bagian dari menghalangi proses demokrasi dan melanggar UU. Ia juga menjabarkan Pasal 515 UU Pemilu yang berbunyi, “Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, dipidana penjara paling lama tiga tahun dan denda paling banyak Rp36 juta.”
Karena itu dia mengajak kepada semua pihak agar dapat menggunakan hak politiknya sebaik mungkin dan mengabaikan ajakan untuk golput. “Golput bukan sifat ksatria dan bukan solusi untuk memperbaiki kondisi negeri,” tegas Dasco.
Wakil Ketua Badan Musyawarah (Bamus) DPR RI itu menilai anggaran untuk pelaksanaan pemilu sangat besar, karena itu masyarakat gunakan hak pilihnya sebaik mungkin. Menurutnya, kalau masyarakat dikasih kesempatan memilih tiap lima tahun sekali tapi tidak digunakan, bukan hanya melanggar aturan, tetapi juga menjadi tindakan yang mubazir dan tidak kesatria.(ah/es)
Sumber : dpr.go.id