Jokowi Teken Peraturan Baru Soal Makanan Cepat Saji Bakal Kena Cukai

Dalam Raker Kesnas 2024 di ICE BSD, Tangerang pada Rabu (24/4/24),  Jokowi mengatakan bahwa sekitar satu juta WNI lebih memilih berobat ke Malaysia, Singapura, Jepang, Korea, Eropa, dan  Amerika.

Presiden Joko Widodo telah menetapkan peraturan baru terkait kesehatan masyarakat. Salah satu poin penting dalam peraturan tersebut adalah pengenaan cukai terhadap pangan olahan, termasuk pangan olahan siap saji.

Aturan ini tertuang dalam Pasal 194 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.

“Pemerintah Pusat dapat menetapkan pengenaan cukai terhadap pangan olahan tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” dikutip dari PP yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 26 Juli 2024, dikutip Selasa (30/7/2024).

Dalam penjelasan Pasal 194 tersebut, dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan pangan olahan adalah makanan atau minuman yang diproses dengan metode tertentu, baik dengan atau tanpa bahan tambahan.

Sementara itu, “pangan olahan siap saji” merujuk pada makanan dan/atau minuman yang telah diolah dan siap disajikan, baik di tempat usaha maupun di luar tempat usaha, seperti pada jasa boga, hotel, restoran, rumah makan, kafetaria, kantin, kaki lima, gerai makanan keliling, dan penjaja makanan keliling atau usaha sejenis.

Menanggapi hal ini, Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Nirwala Dwi Heryanto, menyatakan bahwa ketentuan dalam PP tersebut masih merupakan usulan dari Kementerian Kesehatan. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) belum melakukan kajian apakah pangan olahan tersebut layak dikenakan cukai sebagai barang kena cukai (BKC) baru.

“Itu usulan aja dari Kemenkes,” kata Nirwala.

Nirwala menjelaskan bahwa untuk menjadi BKC baru, harus melalui persetujuan dari Komisi XI DPR dan dimasukkan ke dalam Undang-Undang Anggaran Pendapatan Belanja Negara (UU APBN) pada tahun pelaksanaan anggarannya.

“Jadi belum sampai situ (kajian), orang yang sudah dikaji itu kan dan sudah diusulkan untuk menjadi BKC itu kan minuman berpemanis dalam kemasan itu kan, kalau junk food segala macam itu kan belum,” tegasnya.

Namun, Nirwala mengingatkan bahwa ada empat kriteria barang yang bisa dikenakan cukai oleh pemerintah, yaitu: konsumsi yang perlu dikendalikan, peredarannya yang perlu diawasi, dampak negatif terhadap lingkungan hidup dan kesehatan masyarakat, serta pembebanan demi keadilan dan keseimbangan.

Adapun dalam PP 28/2024, Kementerian Kesehatan telah mendefinisikan pangan olahan sebagai barang yang perlu dibatasi kandungan gula, garam, dan lemaknya (GGL). PP tersebut menyebutkan,

“Dalam rangka pengendalian konsumsi gula, garam, dan lemak, Pemerintah Pusat menentukan batas maksimal kandungan gula, garam, dan lemak dalam pangan olahan, termasuk pangan olahan siap saji”.

“Eksternalitas negatif, iya (masuk). dan menurut kesehatan kan yang namanya eksternalitas negatif untuk kesehatan itu kan GGL,” tutur Nirwala.

Meskipun demikian, Nirwala menekankan bahwa pengenaan cukai sebagai pungutan terhadap masyarakat harus dibicarakan terlebih dahulu dengan DPR.

“Karena itu pungutan kepada masyarakat kan, harus diobrolin dengan DPR, jadi ada syarat walaupun masuk ke dalam kriteria BKC tapi kalau tidak disetujui DPR yo enggak jalan dong,” ungkapnya.

 


Sumber: lambeturah.co.id

Tutup