Hemat Nasi! Bapanas Minta Kurangi Impor Beras
Badan Pangan Nasional (Bapanas) menyampaikan bahwa Indonesia memiliki potensi untuk mengurangi ketergantungan pada impor beras melalui penghematan pangan. Salah satu upaya yang disarankan adalah dengan mengurangi pemborosan makanan.
Sekretaris Utama Bapanas, Sarwo Edhy, menyatakan bahwa menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), sekitar 30 persen dari total pangan terbuang. Jumlah ini sebenarnya cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan 60-125 juta rakyat Indonesia.
“Sehingga kalau kita berhemat, boros pangan ini (dikurangi) misalnya 20 persen dari 30 persen yang terbuang, insyaallah beras kebutuhan nasional 31 juta ton (cukup),” kata Sarwo saat ditemui usai Rapat Koordinasi Perencanaan Program Pembangunan Ketahanan Pangan Tahun 2025, Senin (29/7/2025).
Untuk komoditas beras, kebutuhan nasional mencapai 2,6 juta ton per bulan. Dengan penghematan 20 persen dari pangan yang terbuang, Indonesia dapat menghemat hingga 6 juta ton beras.
“Kalau kita bisa menghemat 20 persen saja itu luar biasa berarti kita akan bisa menghemat sekitar 6 juta ton. 6 juta ton itu luar biasa bisa memberi makan kepada sekitar 60 sampai 80 juta jiwa,” ujarnya.
Pengurangan pemborosan sebesar 20 persen ini juga berpotensi menghentikan impor beras. Namun, Bapanas mencatat bahwa hingga saat ini sudah ada 2,2 juta ton beras yang diimpor.
Oleh karena itu, Bapanas akan terus mendorong masyarakat untuk menghemat pangan. Dengan upaya kolektif, Pemerintah Indonesia dapat mengurangi atau bahkan menghentikan impor beras.
“Artinya kalau kita bisa hemat setop boros pangan, ini insyaallah kita tidak impor. (Ini) yang kita harus pahami,” pungkasnya.
Pengamat kebijakan publik, Adib Miftahul, menyoroti perlunya kajian ulang terkait kebijakan impor beras yang masih mengalami kendala dan berpotensi merugikan negara.
Menurut Adib, evaluasi ini penting karena terdapat indikasi adanya pelanggaran tata kelola dalam pelaksanaan impor beras, yang hanya menguntungkan pihak tertentu.
“Perlu melakukan pendalaman dan di kaji ulang bagaimana sistem mekanisme impor beras. Sebab patut diduga ada sesuatu yang diatur-atur,” katanya dikutip dari Antara, Kamis (25/7/2024).Ia juga mengatakan segala aduan terkait dugaan pelanggaran hukum harus ditindaklanjuti agar pelaksanaan tata kelola impor beras kedepannya dapat lebih baik dan tidak merugikan negara.
“Makanya harus dikaji ulang jangan-jangan ada mafia impor beras di dalam,” kata akademisi Universitas Islam Syekh Yusuf ini.
Selain itu, Adib juga menyoroti pelaksanaan impor beras yang seringkali tidak dilakukan pada waktu yang tepat, karena berdekatan dengan musim panen, yang menunjukkan adanya masalah dalam tata kelola impor.
“Hal ini menunjukkan bahwa tata kelola impor beras bermasalah,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Political and Public Policy Studies (P3S), Jerry Massie, mengingatkan pentingnya akuntabilitas dalam pengadaan impor beras untuk mencegah kelebihan biaya akibat keterlambatan pengembalian peti kemas (demurrage).
“Kasus-kasus yang sekarang sedang dihadapi, seperti kasus demurrage harus di-clear-kan dulu. Selesaikan dulu semua secara transparan,” ujarnya dikutip dari Antara, Rabu (24/7/2024).
Menurut Jerry, masalah dalam pengadaan beras impor muncul karena belum ada akuntabilitas dan transparansi dalam pelaksanaan tata kelola, terutama untuk pengadaan dari luar negeri.
Sumber: lambeturah.co.id
- Ayo
- Ayo Hemat
- Badan Pangan Nasional
- Bapanas
- beras
- boros pangan
- dengan
- di Mobil
- Hemat
- Impor
- Impor Beras
- Kurangi
- Kurangi Impor
- Kurangi Impor Beras
- menghentikan impor
- mengurangi
- Mengurangi Pemborosan
- Nasi
- Pangan
- pelaksanaan impor beras
- Pelaku Kriminal di Palembang
- Pemborosan
- tata kelola impor beras
- Usai Viral
- viral
- viral di media
- Viral Oknum
- warga