OPINI: Merenung Sejenak di Masa Tenang Pemilu 2024
Oleh: Fathin Robbani Sukmana, Pengamat Pemilu dan Kebijakan Publik
terkenal.co.id – Masa tenang Pemilu Serentak jalanan sudah kembali enak di pandang, alat peraga kampanye sudah diturunkan oleh penyelenggara pemilu serta aparat dan stakeholder terkait, setidaknya ketenangan masa kampanye sudah mulai terasa, walaupun masih ada sedikit di jalan-jalan kecil.
Sudah tidak ada riuh lagi di dunia nyata mengenai paslon satu, dua maupun tiga serta bendera warna warnicaleg yang memenuhi seluruh penjuru kota. Di masa tenang ini, bekas dari APK yang menumpuk ada yang didaur ulang, ada juga yang dimusnahkan.
Masa tenang akan segera berakhir, artinya menghitung jam menuju pemilihan timses dan caleg sedang memikirkan strategi lanjutan, penyelenggara sedang sibuk mendistribusikan logistik agar warga dapat menyalurkan haknya.
Namun sayang, pendukung para capres dan cawapres riuh di media sosial, semua saling serang, saling hasut dan saling mengajak sehingga mengotori masa tenang ini, sehingga sebagian masyarakat khususnya yang belum memiliki pilihan menjadi resah, dan gawatnya ada potensi untuk golput.
Merenung Sejenak
Masa tenang seharusnya menjadi sebuah tempat jeda atau rest area sebelum masyarakat benar-benar menentukan pilihan, apalagi mereka yang belum menentukan pilihan, karena banyak yang sudah melabuhkan pilihan ke satu paslon hanya bermodalkan FOMO di media sosial.
Saya mengajak semua pembaca yang akan memilih di 14 Februari 2024 dengan merenung dan bertanya kepada diri sendiri, untuk apa kita menyumbangkan suara untuk para kontestan yang belum tentu mereka mengenal kita.
Begini, ibaratnya besok kita sedang berjalan di pasar, banyak yang menawarkan berbagai produk seperti gagasan, mudah cari kerja, makan siang gratis, hingga internet gratis. Banyak pilihan yang harus kita pilih salah satu.
Memang, memilih terlihat seperti gratis, kecuali bagi mereka yang menerima serangan fajar, namun jika dilihat lebih jauh, satu suara kita menentukan banyak hal yang tentunya harus kita bayar mahal ketika kita salah pilih calon.
Dari berbagai produk yang ada, saya mencoba memberikan gambaran, apa yang kita pilih saat ini, akan menentukan biaya spp pendidikan di sekolah maupun perguruan tinggi, biaya berobat, pernikahan bahkan hingga kebutuhan pokok seperti beras dan telur yang saat ini sedang beranjak naik.
Kapan terakhir kita mengeluh ketika semua harga yang saya sebutkan di atas terasa mahal? Atau kapan kita melihat fenomena perguruan tinggi menyarankan pembayaran spp menggunakan pinjol hingga beras langka di supermarket?
Itu yang harus kita renungkan, kita harus memiliki kebutuhan atau bahasa politiknya kepentingan yang akan kita bawa setelah pemilihan nanti. Sebelum memilih, hendaknya kita memikirkan apa kepentingan kita, bagaimana cara memperjuangkannya.
Setelah tahu apa kepentingan kita, saatnya mencari calon presiden, calon anggota legislatif hingga partai yang sesuai dengan kepentingan kita. Bagaimana melihatnya? Setidaknya tercantum dalam visi misi (produk) yang mereka tawarkan.
Setidaknya ketika kita membeli suatu produk di pasar daring atau dunia nyata, tentunya sesuai kebutuhan kita, begitu juga memilih dalam pemilu, masyarakat harus memilih sesuai kepentingan yang ia bawa. Makanya diharapkan memilih Caleg yang sudah kita kenal karena lebih mudah untuk menagihnya ketika sudah terpilih.
Jika belum menemukan yang sesuai, paling tidak kita bisa mencari visi misi capres dan caleg yang mendekati dengan kepentingan kita, sehingga keluhan-keluhan kita sebelum pemilu bisa disampaikan kepada yang bersangkutan dan setidaknya mendengar aspirasi kita.
Ada yang perlu diingat yaitu tidak semua produk sempurna, para kandidat semua memiliki kekurangan sehingga kita harus jeli dalam memilih di 14 Februari esok hari.
Suksesi Pemilu Serentak
Lalu ketika hari pencoblosan apakah sesudah mencoblos sudah selesai? Oh tentu tidak, dalam pemilu ada yang namanya pengawasan partisipatif yang dapat dilakukan oleh warga maupun pemantau pemilu.
Mengapa kita harus ikut mengawasi? Karena itu merupakan bagian tanggung jawab kita, saya jadi ingat slogan Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu yaitu bersama rakyat awasi pemilu, bersama Bawaslu tegakkan keadilan pemilu.
Tidak hanya itu, saya juga teringat Pak Haedar Nashir Ketua Umum Muhammadiyah menyampaikan agar masyarakat diharapkan tidak golput dan mengikuti pemilu dengan damai, cerdas, sesuai aturan karena bagian dari tanggung jawab sebagai warga negara.
Setelah mencoblos mungkin bisa pulang dahulu menikmati hari libur, namun ketika Daftar Pemilih Tambahan atau DPTb mulai mencoblos, kita harus siap kembali di TPS, melihat bahwa orang tersebut benar tidak tinggal di sekitar kita, bahkan jika perlu kita ikuti hingga proses perhitungan suara. Agar suara kita dipastikan tidak berubah.
Jika menemukan kecurangan bisa melakukan dokumentasi berupa foto yang memiliki titik koordinat namun disarankan menggunakan video untuk barang bukti. Sehingga laporan bisa diproses oleh Bawaslu.
Lalu apa saja yang harus disiapkan ketika ingin melaporkan kecurangan? Tentu harus menyiapkan identitas pelapor, lalu nama dan alamat orang yang akan dilaporkan, lalu menuliskan lengkap kejadian kecurangan atau bisa menggunakan video,, lalu kapan waktu kecurangan, tempatnya di mana, saksi yang melihat hingga barang bukti berupa foto atau video atau lampiran formulir yang dicurangi.
Jangan lupa harus segera dilaporkan karena batas laporan hanya dapat diproses selama tujuh hari kerja setelah kejadian sehingga masyarakat harus cepat. Jika memang agak ragu dapat menghubungi petugas Bawaslu baik Pengawas TPS, Pengawas Kelurahan Desa, Pengawas Kecamatan hingga Komisioner Bawaslu agar diteliti dan menjadi temuan Bawaslu.
Saya menilai, jika memang ingin kepentingan kita tersampaikan, maka pengawasan partisipatif oleh masyarakat harus dilakukan dan menjadi bahan renungan di masa tenang kali ini. Selamat memilih calon yang terbaik menurut kita. Salam Damai!