Wow! Pengusaha Hiburan di Cikarang Bebas Pajak Daerah
terkenal.co.id – Beberapa hari lalu sempat heboh persoalan kenaikan pajak hiburan 40-75 persen di tanah air, hal itu sebagaian pengusaha teriak seperti Hotman Paris hingga Inul Darasista.
Inul meluapkan kejengkelannya terhadap tarif pajak hiburan yang naik dari 25% menjadi 40%-75% dalam akun X @daratista_inul.
“Pajak hiburan naik dari 25% ke 40-75% sing nggawe aturan mau ngajak modyar tah!!!!,” tulis Inul, dikutip pada Senin (15/1/2024) lalu.
Namun berbeda hal di wilayah Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Pengusaha hiburannya justru bebas pajak daerah.
Hal itu terjadi akibat ketentuan dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 03 Tahun 2017 tentang pariwisata yang tidak memberikan wewenang untuk memungut pajak daerah dari sejumlah jenis usaha hiburan.
Kendati demikian. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD) yang menetapkan tarif pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) untuk jasa hiburan, seperti diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa, sebesar paling rendah 40 persen hingga paling tinggi 75 persen, tidak berlaku di Kabupaten Bekasi.
Dilansir dari RadarBekasi.id, Kepala Bidang Pajak Daerah Lainya (PDL) Badan Pendapatan Daerah (Bapenda), Jenal Aca, menyatakan belum ada agenda pembahasan terkait penarikan pajak dari usaha hiburan.
Menurutnya, kecuali Perda Tentang Hiburan Malam (THM) Kabupaten Bekasi dicabut, barulah mungkin akan ada pembahasan terkait penarikan pajak.
“Ya nggak ada agenda pembahasan terkait itu, karena perda THM Kabupaten Bekasi belum di cabut. Kecuali perda dicabut baru mungkin ada agenda pembahasan terkait penarikan pajak,” ujar Kepala Bidang Pajak Daerah Lainya (PDL) Badan Pendapatan Daerah (Bapenda), Jenal Aca melalui aplikasi pesan instan yang diunggah Radar Bekasi, Senin (22/1), dikutip terkenalcoid pada 25 Januari 2024.
Sejak diberlakukannya Perda No 03 tahun 2016 tentang penyelenggaraan kepariwisataan, beberapa jenis usaha hiburan seperti karaoke, bar, spa, dan panti pijat dilarang.
Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa usaha hiburan yang melanggar peraturan ini terus berkembang di Kabupaten Bekasi.
“Sejak perda tentang kepariwisataan diterbitkan, pemerintah daerah sudah tidak bisa menerima pajak daerahnya,” kata Jenal.
Sementara itu, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) tetap aktif melakukan pengawasan, penindakan, dan pembinaan kepada pelaku usaha yang melanggar perda.
“Tahun ini kami tetap ada kegiatan untuk melakukan penertiban yang dilarang perda. Untuk jumlah anggarannya saya kurang hafal ya,” kata Kepala Satpol PP Kabupaten Bekasi, Surya Wijaya.
Namun, dalam penegakan perda terkait tempat hiburan, Kepala Seksi Penegak Perda, Whindy, menyoroti perlunya kerjasama sejumlah perangkat daerah.
Meski dari segi teknis, pihaknya hanya melakukan penindakan, Whindy mengungkapkan bahwa ada potensi pajak dari jenis usaha restoran.
“Kalau setiap tahun melalui seksi saya ada Rp300 juta. Sementara untuk seksi lain dalam penegakan perda juga dianggarkan sebesar Rp400 juta. Namun untuk detailnya saya kurang mengetahui,” katanya.
“Jadi kami berharap. Adanya SK Bupati untuk melakukan penertiban. Jadi turunnya bersama sama. Yang diantaranya, ada dinas perizinan, kepariwisataan, perpajakan dan kami penegak perda. Jadi sekali turun bisa komprehensif dan menghasilkan solusi yang jelas dalam penindakan perda dilarang jenis usaha,” tambah Whindy.