Film Jagal dan Senyap, Ceritakan Sisi Lain Sejarah Pembantaian PKI 1965-1966
terkenal.co.id – Mengulas Gerakan 30 September lewat film G 30 S PKI menjadi tontonan wajib semasa Orde Baru, terlebih setiap akhir September.
Film yang disutradarai oleh Arifin C Noer ini diputar secara masif di berbagai bioskop maupun televisi pemerintah, TVRI. Anak-anak sekolah serta pegawai pemerintah dikerahkan untuk menyaksikan film Pengkhianatan G30S/PKI.
Film berdurasi hampir tiga jam itu menampilkan bagaimana kekejaman PKI yang menculik dan membunuh jenderal TNI Angkatan Darat.
Dalam film, digambarkan pula peran penting militer dalam melindungi Pancasila sebagai dasar negara dari ancaman komunisme PKI.
Melalui film Pengkhianatan G30S/PKI, pemerintah Orde Baru menanamkan kebencian terhadap simpatisan, kader, bahkan orang-orang yang dituduh komunis.
Dengan demikian, ada kesan bahwa seolah pembantaian yang dilakukan pasca-Gerakan 30 September 1965 itu dapat dibenarkan.
Film Senyap dan Jagal
Namun berbeda hal Film Senyap dan Jagal. Kedua film ini bahkan sempat masuk nominasi Oscar kategori film dokumenter. Keduanya sendiri dibuat oleh sineas asal Amerika Serikat, Joshua Oppenheimer.
Film Senyap dan Jagal dianggap sebagai antitesa dari film G30S/PKI. Sehingga dianggap adil jika diputar bersamaan dengan film pengkhianatan G30S/PKI.
Film Jagal bercerita tentang para pelaku pembantaian terhadap orang-orang yang dituduh terlibat Partai Komunis Indonesia (PKI) di kawasan Sumatera Utara.
Sementara film Senyap bercerita tentang kehidupan adik dari korban yang dibunuh karena dituduh PKI, dan usahanya untuk menemui orang-orang yang membunuh kakaknya.
Pada 2012 muncul sebuah film yang melihat peristiwa 1965 dengan sudut pandang berbeda. Sudut pandangnya menggali kesaksian dari beberapa algojo yang melakukan pembantaian 1965-1966.
Film itu berjudul The Act of Killing (Jagal), merupakan karya sutradara asal Amerika Serikat, Joshua Oppenheimer. Film Jagal mengambil setting tempat di Sumatera Utara.
Joshua Oppenheimer menemui dua sosok yang terlibat pembantaian di Medan, Anwar Congo dan Adi Zulkadry. Keduanya menjadi tokoh utama dalam film itu.
Anwar Congo dan Adi Zulkadry mengungkapkan pengakuan yang cukup mencengangkan terkait pembunuhan 1965-1966.
Para algojo mempraktikan bagaimana cara mereka menghabisi orang-orang yang dituduh PKI dalam reka ulang.
Film Jagal memberi persepektif baru kepada masyarakat Indonesia dalam melihat peristiwa 1965.
Selain itu juga menjadi counter sejarah kepada film Pengkhianatan G30S/PKI yang diproduksi semasa Orde Baru.
Film Jagal pertama diputar pada September 2012 dalam acara Toronto International Film Festival. Sementara, di Indonesia diputar perdana pada 1 November 2012.
Setelah memfilmkan kesaksian para algojo pembantaian 1965-1966 dalam film Jagal, Joshua Oppenheimer melanjutkannya dengan film dokumenter lain yang berfokus pada keluarga korban pembantaian.
Ia merilis film berjudul The Look of Silence (Senyap). Film berdurasi satu jam lebih tersebut cukup menguras emosi penontonnya.
Tokoh utama dalam film itu, Adi Rukun, melakukan perjalanan dari desa ke desa di Sumatera Utara untuk bertemu orang-orang yang bertanggung jawab atas pembunuhan kakak laki-lakinya, Ramli.
Diklaim Ulah Neo-PKI Sambil berdagang kaca mata, Adi Rukun duduk bersama para orang-orang terlibat dalam pembunuhan kakaknya.
Dalam film disajikan bagaimana gejolak batin seorang Adi Rukun yang menghadapi kemarahan, permusuhan, penyangkalan, dan air mata.
Seperti banyak penyintas, Adi Rukun tidak kenal takut dan tak kenal lelah dalam mencari kebenaran atas peristiwa pembantaian 1965-1966 yang ikut merenggut nyawa kakaknya.
Setelah film Senyap dirilis pada tahun 2014, Adi Rukun bersama Joshua Oppenheimer berkeliling dunia untuk mempromosikan film tersebut.
Joshua Oppenheimer pun mengakui bagaimana keberanian seorang Adi Rukun sebagai orang yang keluarganya dituduh komunis.
Sumber: Kompas.com