IMF Minta Buka Lagi Ekspor Nikel, Ini Respon Kepala BKPM

Ilustrasi aktivitas perusahaan nikel. ANTARA FOTO/JOJON/AWW.

terkenal.co.id – Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, mempertanyakan sikap lembaga Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) yang meminta Indonesia untuk membuka kembali ekspor bahan mentah nikel. Padahal, pelarangan ekspor bahan mentah nikel merupakan langkah pemerintah untuk melakukan hilirisasi komoditas ekspor.

“Jika ada yang mengatakan hilirisasi sebagai tindakan merugikan negara, kita perlu mempertanyakan alasan di balik pernyataan tersebut, termasuk di dalam negeri. Sebagai mantan aktivis, saya merasa terganggu ketika kedaulatan bangsa diganggu oleh siapapun. Ini harus kita lawan,” ucap Bahlil dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Investasi/BKPM, Jumat (30/6/2023).

Dalam paparan Article IV Consultation IMF, disebutkan bahwa manfaat jangka panjang dari kebijakan hilirisasi perlu dipertimbangkan. Beberapa hal yang akan terdampak oleh hilirisasi adalah investasi asing, penerimaan negara, dan dampak kerugian bagi negara lain.

Bahlil menjelaskan bahwa melalui hilirisasi, kinerja ekspor di Indonesia justru meningkat. Neraca perdagangan Indonesia telah mengalami surplus selama 37 bulan berturut-turut sejak Mei 2020. Pada tahun 2017-2018, ekspor nikel hanya sebesar US$ 3,3 miliar. Namun, setelah diberlakukan pelarangan ekspor bahan mentah nikel, ekspor nikel secara perlahan pulih. Bahkan, pada tahun 2022, nilai ekspor dari hasil hilirisasi nikel mencapai US$ 30 miliar. Sebelumnya, Indonesia memiliki defisit perdagangan dengan Tiongkok. Pada periode 2016-2017, defisit tersebut mencapai US$ 18,4 miliar.

“Akibat hilirisasi, ekspor kita telah meningkat. Kami tidak lagi hanya menjual komoditas mentah, tetapi juga produk setengah jadi dan barang jadi. Pada tahun 2022, defisit dengan Tiongkok hanya US$ 1,8 miliar, dan pada kuartal I 2023, kami telah mencatat surplus sebesar US$ 1,1 miliar,” ucap Bahlil.

Dari segi pendapatan negara, dalam dua tahun terakhir, pendapatan negara telah mencapai target. Bahlil menyatakan bahwa hal ini tidak terlepas dari hasil hilirisasi. Hilirisasi berdampak positif terhadap peningkatan pajak penghasilan badan, pajak pertambahan nilai, dan pajak penghasilan pasal 21.

“Ketika kita mendorong hilirisasi, kita akan meningkatkan penerimaan pajak penghasilan badan, pajak pertambahan nilai, dan pajak penghasilan pasal 21. Hilirisasi bukan hanya tentang menciptakan nilai tambah, tetapi juga merupakan wujud kedaulatan bangsa,” tutur Bahlil.

Dia menjelaskan bahwa hilirisasi juga berkontribusi pada pemerataan ekonomi di daerah-daerah, terutama di daerah penghasil bahan baku, seperti daerah penghasil tambang. Saat ini, pertumbuhan ekonomi rata-rata di daerah-daerah yang mengalami hilirisasi selama tahun 2019-2022 sudah berada di atas pertumbuhan ekonomi nasional, antara lain Sulawesi Tengah (20,3%), Maluku Utara (19,4%), dan Sulawesi Tenggara (6,7%).

“Sebagai contoh, pertumbuhan ekonomi di daerah penghasil tambang seperti Maluku Utara sebelum adanya hilirisasi berada di bawah pertumbuhan ekonomi nasional. Namun, sekarang mencapai 19,4% yang melampaui pertumbuhan ekonomi nasional. Pada saat yang sama, terjadi peningkatan lapangan kerja,” kata Bahlil. ***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup