Hutan Mangrove Abrasi, PP Hima Persis Minta Pemerintah Bertindak

Pantai Bengkalis Kritis Akibat Abrasi, PP. Hima Persis Minta Penegak Hukum Tegas Pada Pemilik Dapur Arang dan Tambak Udang

TERKENAL.CO.ID – Berhadapan langsung dengan Selat Malaka, membuat pantai di Kabupaten Bengkalis menjadi rawan abrasi. Semakin sedikitnya tanggul berupa tanaman mangrove mengakibatkan kondisi kabupaten yang kaya akan minyak tersebut semakin mengkhawatirkan.

Miris melihat hal tersebut, Pimpinan Pusat Hima Persis meminta agar hal ini menjadi perhatian serius semua pihak. Di dalam keterangan persnya, Firdaus Efendi selaku Kabid. Polbik PP. Hima Persis (Ketua Bidang Politik dan Kebijakan Publik) meminta agar hal ini menjadi perhatian serius pemerintah pusat dan daerah serta penegak hukum.

“Saya melihat langsung betapa mirisnya kondisi pantai di Bengkalis. Para penegak hukum, Pemerintah (Pusat) Jakarta dan juga (Pemerintah Daerah) Bengkalis harus lebih pedulilah terhadap hal ini,” sebut aktivis kelahiran Kabupaten Bengkalis tersebut.

Selanjutnya, dirinya mengemukakan bahwa penyebab utama abrasi air laut ialah rusaknya hutan mangrove. Pihaknya menemukan setidaknya ada dua penyebab serius mengapa pantai di Kabupaten Bengkalis kehilangan penyangganya yang berupa hutan mangrove.

Dua penyebab utama tersebut ialah maraknya pengolahan dapur arang yang tidak memiliki izin lingkungan dan bisnis tambak udang ilegal di daerah konservasi hutan mangrove.

“Dari analisis kami menyimpulkan bahwa setidaknya ada dua faktor utama dapur arang yang tak berizin lingkungan dan tambak udang ilegal,” sebutnya.

Dapur arang umumnya menjadikan pohon-pohon bakau sebagai bahan utama pembakaran. Sehingga dengan semakin maraknya pelaku bisnis dapur arang, berefek pula pada berkurang drastisnya jumlah tanaman bakau di daerah konservasi Hutan Mangrove Kabupaten Bengkalis.

“Dapur arang ini menjadikan pohon bakau sebagai bahan pembuat arang,” sambungnya.

Kegiatan ilegal tersebut sebenarnya telah dilarang oleh undang-undang di dalam Pasal 50 no 41 tahun 1999 tentang Kehutanan yang telah melarang penebangan pohon di wilayah 130 kali jarak pasang laut terendah dan pasang laut tertinggi.

Begitupun dengan bisnis tambak udang yang diduga tidak memiliki izin lingkungan. Hal ini sebenarnya telah dilarang oleh Keputusan Menteri Kehutanan nomor: SK.4194/Menhut-VII/KUH/2014 dengan ancaman pidana 10 tahun.

“Kedua-duanya jelas merusak. UU kehutanan telah melarang penebangan di areal bibir pantai. Keputusan Menteri Kehutanan Tahun 2014 juga tegas mengancam pidana mereka yang tidak memiliki izin lingkungan,” lanjutnya.

Selain itu, menurut Firdaus kedua kegiatan ilegal tersebut dapat disanksi akibat perusakan ekosistem lahan mangrove yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Yakni, sebagai berikut : UU No. 5 Tahun 1994, Kepres No. 48 Tahun 1991, Perpres No. 121 Tahun 2012, Perpres No. 73 Tahun 2012, Permen KP No. 24 Tahun 2013 dan Permenko Perekonomian No. 4 Tahun 2017.

“Bisnis yang merusak kawasan hutan mangrove ini bisa dikenakan UU berlapis. Sebab, selain UU No. 5 1994, kawasan mangrove juga dilindungi oleh UU 48 Tahun 1991, ada Perpres 121 Tahun 2012, Perpres 73 Tahun 2012, Permen KP 24 Tahun 2013 dan Permenko Perekonomian Nomor 4/2017,” tuturnya lagi.

Selanjutnya, PP. Hima Persis mempertanyakan langkah-langkah tegas yang dilakukan pemerintah pusat dan daerah dalam menangani hal ini. Begitu juga aparat penegak hukum yang terkesan lambat menindak pelanggaran seperti ini.

“Pemerintah pusat dan daerah saya pikir sudah mengetahui hal ini. Aparat (penegak hukum) juga sudah mengetahui. Kami akan memantau sejauh mana penindakan kepada pelaku,” lanjutnya lagi.

Pihaknyanya pun berencana untuk terus memantau hal ini dan akan berkoordinasi dengan pemerintah di berbagai level pimpinan, pakar lingkungan dan juga masyarakat terdampak. Hal ini dengan tujuan untuk menyelamatkan Pulau Bengkalis sebelum semakin rusak dan tenggelam.

“Kita akan terus pantau dan koordinasikan. Jangan sampai (Pulau) Bengkalis tenggelam dulu, bapak/ibu pejabat baru mau bertindak,” tutupnya.

Laporan : Hilal Alfath

Editor : Rafi Alwan Setyawan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup