Walhi Soroti Tambang Martabe: Tuduh Modal Asing dan Astra di Balik Krisis Ekologis Batang Toru

Ilustrasi Tambang

Isu lingkungan dan konflik agraria di kawasan tambang emas Martabe, Tapanuli Selatan, kembali memanas. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Utara mengungkap dugaan keterlibatan raksasa modal, termasuk Group Astra dan jaringan konglomerasi asing Jardine Matheson, dalam kerusakan ekologis di wilayah Batang Toru.

Pernyataan keras itu disampaikan Walhi setelah lebih dari satu dekade operasi tambang emas Martabe yang dikelola PT Agincourt Resources. Menurut mereka, manfaat ekonomi dari hasil tambang tidak pernah dirasakan masyarakat lokal. Sebaliknya, warga justru hidup dalam ancaman banjir, longsor, serta kerusakan hutan yang semakin meluas.

Kerusakan Ekologis Semakin Parah

Walhi menilai aktivitas tambang telah mempercepat pengurangan tutupan hutan dan merusak Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Toru. Kondisi tersebut membuat kawasan ini sangat rentan terhadap bencana, terutama saat curah hujan tinggi.

“Setiap musim hujan, masyarakat di sekitar Batang Toru menjadi korban pertama. Mulai dari banjir bandang, tanah longsor, rumah hanyut, hingga jatuhnya korban jiwa,” tulis Walhi dalam keterangannya.

Walhi menegaskan, yang menikmati keuntungan dari aliran emas Martabe bukanlah masyarakat Tapanuli, melainkan perusahaan besar yang berada di belakang tambang tersebut. “Yang mereka rasakan adalah ketakutan setiap musim hujan, dan hilangnya ruang hidup yang seharusnya dilindungi,” tegas Walhi.

Jaringan Modal Besar Diungkap

Organisasi lingkungan itu menyebut bahwa Martabe tidak hanya melibatkan Group Astra sebagai pemilik mayoritas saham. Di baliknya, menurut Walhi, terdapat jaringan modal global Jardine Matheson yang selama ini menikmati keuntungan dari eksploitasi emas di Tapanuli.

Walhi mempertanyakan komitmen negara dalam melindungi warga dan lingkungan. Mereka menilai pemerintah terlalu memberi ruang pada kepentingan korporasi besar dibanding keselamatan masyarakat.

Seruan untuk Menghentikan “Keserakahan”

Walhi menyerukan agar praktik yang mereka sebut sebagai “keserakahan” perusahaan segera dihentikan. Mereka menekankan bahwa Batang Toru bukanlah ruang kosong yang bisa dieksploitasi tanpa batas, melainkan rumah bagi masyarakat, kawasan hutan penting, dan habitat spesies endemik.

“Batang Toru harus dilindungi, bukan terus dikorbankan demi kepentingan ekonomi jangka pendek,” tulis mereka.

Hingga berita ini diturunkan, pihak PT Agincourt Resources serta Group Astra belum memberikan keterangan resmi terkait tudingan Walhi.

Tutup