Skor MCSP Anjlok, Kabupaten Bekasi Jadi Sorotan Nasional dalam Pengawasan KPK
Kabupaten Bekasi kembali menjadi buah bibir nasional setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan daerah itu masuk zona merah pencegahan korupsi. Skor 44,4 poin yang diraih merupakan salah satu yang terburuk di Jawa Barat dan menempatkan Bekasi di peringkat ke-25 dari 28 pemda yang dinilai.
Penilaian ini dirilis Jumat (21/11) melalui instrumen Monitoring, Controlling, Surveillance for Prevention (MCSP), sistem terbaru KPK yang memetakan kekuatan dan kelemahan tata kelola pemerintah daerah secara terbuka.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menyatakan bahwa skor rendah itu bukan sekadar angka, tetapi indikator serius bahwa pemerintahan Bekasi tidak memenuhi standar dasar pencegahan korupsi.
“Publik bisa melihat sendiri melalui jaga.id. Kabupaten Bekasi termasuk daerah yang paling banyak tidak mengunggah bukti dukung dari delapan area penilaian,” ujar Budi.
Area yang dimaksud meliputi penganggaran, pengadaan barang dan jasa, pengelolaan aset, manajemen ASN, hingga kualitas pengawasan internal. Banyaknya data yang tak diunggah memperlihatkan minimnya kepatuhan birokrasi terhadap standar antikorupsi.
KPK memberi perhatian khusus kepada Bupati Bekasi Ade Kuswara Kunang. Sorotan ini muncul di tengah berlangsungnya seleksi terbuka Sekda dan delapan jabatan eselon II, yang oleh berbagai pihak dinilai tidak transparan dan rawan praktik transaksional.
Budi menegaskan bahwa proses seleksi ASN adalah titik paling rawan terjadinya korupsi, baik berupa jual-beli jabatan maupun konflik kepentingan.
KPK juga menyebut lemahnya fungsi Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) sebagai salah satu penyebab rendahnya skor Bekasi. APIP dianggap tidak mampu mendeteksi dini potensi penyimpangan, sehingga membuka ruang bagi praktik kolusi, nepotisme, hingga pengelolaan anggaran yang tidak akuntabel.
“Seleksi harus bebas dari pengaruh politik dan kepentingan pribadi. Jika tidak, potensi korupsi makin besar,” tegasnya.
Pengamat: Rapor Merah Ini “Alarm Keras” untuk Bekasi
Pengamat kebijakan publik Institut Bisnis Muhammadiyah (IBM) Bekasi, Hamludin, menilai penilaian KPK ini harus menjadi “alarm keras” bagi Pemkab Bekasi.
“Skor ini jelas menunjukkan mekanisme pencegahan korupsi tidak berjalan. Tidak ada alasan bagi Pemkab Bekasi untuk menganggap enteng penilaian KPK,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa seleksi jabatan harus dijalankan secara steril dari nepotisme dan jual-beli jabatan, mengingat Bekasi memiliki rekam jejak panjang terkait kasus korupsi pejabat daerah, termasuk operasi tangkap tangan yang pernah menjerat Bupati sebelumnya.
Dengan skor yang berada jauh di bawah standar nasional, Kabupaten Bekasi kini berada di jalur yang mengkhawatirkan. Jika tidak ada pembenahan cepat, daerah ini berpotensi masuk daftar pemda dengan risiko korupsi tertinggi di Indonesia.
KPK memastikan pendampingan akan diperkuat, namun perbaikan tetap bergantung pada komitmen internal Pemkab Bekasi.




