Putusan Praperadilan Wawan Hermawan: Paradoks Putusan Mahkamah Konstitusi
Permohonan praperadilan Wawan Hermawan (30), yang ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pelanggaran UU ITE dan Pasal 160 KUHP, dinyatakan gugur oleh Hakim Tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (19/11/2025).
Diketahui, Wawan ia ditangkap Polda Metro Jaya pada 28 Agustus 2025, hanya sehari setelah laporan polisi diajukan.
Menurut penasihat hukumnya, proses penetapan tersangka terlalu cepat dan diduga tidak memenuhi standar minimal dua alat bukti sah seperti yang diatur dalam Pasal 184 KUHAP.
Permohonan praperadilan diajukan Wawan pada 30 Oktober 2025 dan terdaftar dengan nomor perkara 144/Pid.Pra/2025/PN.Jkt.Sel. Praperadilan dimaksudkan untuk menguji legalitas penetapan tersangka dan kepatuhan aparat kepolisian terhadap prosedur hukum.
Muhammad Ali Fernandez, selaku penasihat hukum Wawan, menilai keputusan hakim terlalu cepat dan tidak memperhatikan fakta bahwa sidang pokok perkara belum dimulai.
“Mahkamah Konstitusi menegaskan permohonan praperadilan gugur hanya jika sidang pokok perkara sudah di mulai. Sementara dalam perkara Wawan Hermawan belum ada sidang pokok perkara,” kata Ali.
Polda Metro Jaya menghadirkan bukti berupa penetapan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait pengalihan berkas perkara pokok.
Hakim memutuskan untuk mengikuti dokumen tersebut dan SEMA No. 5 Tahun 2021, yang menyatakan praperadilan gugur ketika berkas diterima pengadilan.
Keputusan ini menurut Ali memicu kontroversi, karena bertabrakan dengan tafsir Mahkamah Konstitusi dan ketentuan KUHAP terbaru.
“Bahawa menegaskan pemeriksaan pokok perkara di pengadilan tidak boleh berlangsung sebelum praperadilan selesai,” bebernya.
Wawan sendiri ditangkap terkait dugaan menshare postingan di Instagram yang dianggap melanggar sejumlah pasal UU ITE, termasuk Pasal 35, 32, dan 28 ayat (3) juncto Pasal 45A ayat (3) UU ITE.
Kasus ini menjadi sorotan publik karena menyentuh prosedur hukum dalam penetapan tersangka di era digital.
Kasus ini menimbulkan perdebatan soal keseimbangan antara perlindungan hak tersangka dan penegakan hukum pidana, khususnya dalam konteks UU ITE.
Publik menunggu perkembangan berikutnya, termasuk kemungkinan banding atau langkah hukum lanjutan oleh Wawan dan kuasa hukumnya.





