Gelar Pahlawan Nasional Soeharto Tuai Polemik, Menteri HAM Enggan Berkomentar
Keputusan Presiden Prabowo Subianto menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 RI, Soeharto, pada Senin (10/11/2025), menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat. Sejumlah aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) menilai keputusan tersebut sarat kontroversi, mengingat masa pemerintahan Soeharto diwarnai dengan berbagai catatan dugaan pelanggaran HAM.
Ketika dimintai tanggapan, Menteri HAM Natalius Pigai memilih untuk tidak memberikan komentar.
Usai menghadiri sebuah acara di Gedung Kementerian HAM, Jakarta, pada Selasa (11/11/2025), Pigai dicegat sejumlah wartawan yang ingin meminta pandangannya terkait keputusan pemerintah tersebut.
Namun, Pigai menjawab singkat dan tegas.
“Begini, pemberian penghargaan pahlawan kepada Pak Harto, saya Menteri Hak Asasi Manusia, saya no comment, titik. Tidak ada komentar soal itu,” ujarnya dengan nada tegas.
Sikap diam Pigai ini menarik perhatian publik, mengingat selama ini ia dikenal vokal dalam isu-isu kemanusiaan dan penegakan hak asasi manusia di Indonesia.
Menariknya, di hari yang sama, Pigai justru meresmikan penamaan baru untuk Gedung Kementerian HAM, yakni “Gedung K.H. Abdurrahman Wahid”, serta “Ruang Marsinah” untuk area pelayanan publik utama. Keduanya merupakan nama tokoh yang baru saja juga dianugerahi gelar Pahlawan Nasional tahun 2025.
Langkah tersebut dianggap sebagai bentuk penghormatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan perjuangan hak-hak rakyat yang diperjuangkan kedua tokoh tersebut.
Sementara itu, pemerintah belum memberikan keterangan lebih lanjut mengenai alasan penetapan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional. Isu ini masih menjadi bahan diskusi publik yang hangat di berbagai kalangan, terutama di antara pegiat HAM dan akademisi.





