Anggota DPR RI Diduga Korupsi Dana CSR Miliaran Demi Wanita?

Ilustrasi Gedung KPK Jakarta.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah resmi menetapkan dua anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Heri Gunawan (HG) dan Satori (ST), sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait penyaluran dana Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) dari Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Kedua nama tersebut diumumkan langsung oleh Pelaksana Tugas Deputi Penindakan KPK, Asep Guntur Rahayu, dalam konferensi pers di Gedung KPK, Kamis (7 Agustus 2025).

“Setelah melakukan pemeriksaan umum sejak Desember 2024, penyidik ​​menemukan setidaknya dua alat bukti yang cukup. Berdasarkan hal tersebut, penyidik ​​telah menetapkan dua orang sebagai tersangka: HG, anggota Komisi XI DPR RI periode 2019–2024, dan ST, juga anggota Komisi XI DPR RI periode 2019–2024,” ujar Asep.

Meskipun masih menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), keduanya tidak lagi menjabat di Komisi XI.

Komisi XI DPR diketahui memiliki wewenang untuk menetapkan anggaran bagi Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Menurut Asep, dalam rapat kerja tertutup yang digelar pada tahun 2020, 2021, dan 2022, telah dicapai kesepakatan antara Komisi XI dengan pimpinan Bank Indonesia (BI) dan OJK mengenai alokasi dana program sosial (CSR).

Berdasarkan kesepakatan ini, setiap anggota Komisi XI berwenang mengelola 10 program sosial dari BI dan 18–24 kegiatan sosial dari OJK setiap tahun. Dana ini disalurkan melalui yayasan yang dikelola oleh masing-masing anggota dewan.

Namun, hasil investigasi menunjukkan bahwa dana tersebut tidak digunakan sebagaimana mestinya.

“Sejak tahun 2021 hingga 2023, yayasan yang dikelola HG dan ST menerima dana dari mitra kerja Komisi XI DPR, tetapi tidak melaksanakan kegiatan sosial sebagaimana tercantum dalam usulan bantuan,” jelas Asep. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjerat kedua orang tersebut dengan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) dan Pasal 64 ayat (1) KUHP, serta Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Kedua daerah ini memperkaya diri dengan menggunakan dana sosial yang seharusnya digunakan untuk kegiatan kemasyarakatan.

Tutup