Guru Jadi Korban Program MBG?

Guru membawa paket makanan pada pelaksanaan hari pertama program Makan Bergizi Gratis (MBG) di SD Negeri 193 Caringin, Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (6/1/2025). (terkenal.co.id/Muhammad Noer Hikam)

Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas Presiden Prabowo Subianto kembali menuai sorotan tajam. Ubaid Matraji, Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), menilai program ini tidak hanya bermasalah secara teknis, tetapi juga mengancam keselamatan guru dan anak di sekolah.

Ubaid mendesak Presiden Prabowo untuk segera melakukan evaluasi komprehensif. Ia menekankan pentingnya program ini tidak menjadi bencana baru bagi dunia pendidikan.

“Pak Presiden, jangan main-main dengan nyawa anak. Kalau tidak segera dievaluasi, MBG bisa menjadi bencana bagi sistem pendidikan kita,” tegas Ubaid saat rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (22 September 2025).

7 Masalah Serius Program MBG

Ubaid mengidentifikasi setidaknya tujuh masalah utama yang harus segera diatasi pemerintah:

Guru dijadikan kambing hitam dalam program ini.
Guru dipaksa mengelola wadah makanan, menghitung jatah makanan, dan bahkan mencicipi hidangan untuk memastikan keamanannya. Jika wadah makanan hilang atau terjadi keracunan makanan, guru bertanggung jawab.

Konflik Kepentingan
Ubaid mengutip laporan keterlibatan anggota tim kampanye, pejabat, dan bahkan anggota dewan dalam pengelolaan dapur MBG. Akibatnya, UMKM di sekitar sekolah terpinggirkan, dan banyak yang gulung tikar.

Kurangnya Peran Pemerintah Daerah
Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan tidak terlibat dalam pengawasan distribusi atau keamanan pangan. Kedua lembaga ini krusial untuk memastikan keamanan pangan anak-anak.

Akuntabilitas Badan Gizi Nasional (BGN) Dipertanyakan
Alih-alih transparan, BGN justru menciptakan peraturan yang membatasi sekolah untuk melaporkan masalah kepada publik. Bahkan, tanggung jawab atas kasus keracunan makanan seringkali dilimpahkan kepada sekolah.

Standar Gizi Rendah
Menu MBG dianggap tidak sesuai dengan kebutuhan anak-anak. Porsi kecil, rendah kalori, dan terbatasnya variasi justru menghambat tujuan peningkatan gizi.

Hak Anak Terancam
Program MBG dinilai melanggar Undang-Undang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Keamanan Pangan. Beberapa siswa dilaporkan mengalami trauma dan masalah kesehatan mental akibat kasus keracunan makanan.

Kurangnya Pengawasan Masyarakat
Orang tua dan masyarakat sipil tidak diberi kesempatan untuk memantau program tersebut. Mereka hanyalah korban kebijakan, tidak dapat berpartisipasi dalam pengawasan pelaksanaannya.

Anggaran Pendidikan Terkikis

Lebih lanjut, Ubaid menyoroti anggaran MBG yang menurutnya menggerogoti sektor pendidikan yang krusial. Dalam RAPBN 2026, sekitar 30 persen dana pendidikan dialokasikan untuk program ini.

“Namun, 60 persen sekolah dasar masih rusak, jutaan guru belum tersertifikasi, dan 4,2 juta anak putus sekolah. Anggaran seharusnya diprioritaskan untuk kebutuhan pendidikan dasar, bukan proyek-proyek bermasalah seperti ini,” tegasnya.

Tutup