Kasus Perundungan di SMKN 1 Cikarang Barat, Kepala Sekolah Sebut Kejadian Diluar Sekolah

Kepala SMKN 1 Cikarang Barat, Bambang Nurcahyo. Foto: Istimewa.

Pihak sekolah SMKN 1 Cikarang Barat telah memastikan kasus perundungan yang menimpa siswa kelas 10 berinisial AAI (16) tidak hanya melibatkan internal sekolah.

Namun, hasil penelusuran menunjukkan adanya kelompok bernama Basis atau Barisan Siswa, yang anggotanya berasal dari berbagai sekolah. Hal itu disampaikan selaku Kepala Sekolah SMKN 1 Cikarang Barat, Bambang Nurcahyo.

“Jadi gini, sebenarnya memang kasus ini bukan hanya di SMKN 1 Cikarang Barat saja, setelah di telusuri tadi. Ini ada kelompok yang namanya basis, singkatan dari barisan siswa,” kata Bambang di Cikarang.

“Nah itu tuh anggotanya dari beberapa sekolah di luar. Kenyataannya lintas sekolah, bahkan ada yang sudah lulus,” lanju dia.

Ia menegaskan pihaknya sepakat memutus rantai kelompok tersebut dengan melibatkan kepolisian dan TNI, agar tidak ada lagi aksi bullying, pemalakan, maupun kekerasan terhadap siswa.

Selain itu, Bambang pun meminta maaf kepada keluarga korban lantaran tidak sepenuhnya kasus dimaksud bisa ditangani pihak sekolah.

“Nah ini yang akan kita putus dengan bekerjasama dengan pihak Kepolisian dan TNI, kita juga akan bekerjasama ya mudah-mudahan ke depannya tidak akan ada lagi gitu,” imbuhnya dia.

“Untuk pihak korban juga, kami dari sekolah juga minta maaf karena tidak sepenuhnya kami bisa menangani kasus-kasus ini karena saking banyaknya persoalan-persoalan gitu kan. Tapi ke depannya tetap akan menjadi perhatian dari sekolah lah,” sambungnya lagi.

Terkait lokasi kejadian, Bambang meluruskan bahwa peristiwa pemukulan tidak terjadi di lingkungan sekolah, melainkan di lapangan yang berjarak sekitar satu kilometer dari sekolah.

“Nah cuman yang berita-berita yang miring katanya di dalam sekolah itu ternyata tidak benar. Karena kalau di dalam sekolah kan kita tahu, kita melihat gitu kan,” katanya.

“Kejadian itu tidak terjadi di sekolah, tetapi di luar. Itu terjadi pada tanggal 2, waktu itu kan sekolah diliburkan karena ada demo 2 hari. Ternyata begitu hari pertama tanggal 1 tidak ada demo, tidak ada kegiatan yang sifatnya membahayakan, tanggal 2 ada surat lagi untuk masuk,” ucapnya dia.

Dari hasil penelusuran, setidaknya ada 6-7 siswa SMKN 1 Cikarang Barat yang terlibat, terdiri dari siswa kelas 11 dan 12, termasuk yang sedang menjalani praktik kerja lapangan (PKL). Selain itu, terdapat pelaku dari luar sekolah, bahkan ada yang sudah dikeluarkan sebelumnya.

“Dari pelaku dari sekolah itu tadi dihitung sekitar 6-7 orang ada yang kelas 12 yang sedang PKL dan ada juga yang kelas 11 ya itu sudah kita panggil itu dapat infonya dari yang pelaku itu sedangkan yang dari luar ada yang sudah dikeluarkan dari kita ada dua dan satu lagi ada yang dari luar juga kita juga tahu sampai sekarang juga karena bukan siswa kita,” ungkapnya.

“Sebenarnya kejadian tersebut setelah ditelusuri dari anak-anak yang sudah kita tanyakan lebih dari 20 orang, itu bukan hanya dari sekolah kita ternyata dari luar juga. Nah itu memang dia bikin barisan di lapangan itu, lapang Irepo itu ya. Bikin barisan, karena di situ ada anak main layangan katanya, supaya dia nggak nyoting, nggak apa itu ditutup. pakai barisan gitu, seperti itu tadi,” sambungnya.

Meski begitu, Bambang menegaskan pihaknya tidak serta-merta mengeluarkan siswa yang terlibat, Menurut dia guru itu pendidik, bukan hakim.

“Anak-anak yang nakal tetap akan dibina, apalagi masih di bawah umur. Ada program dari provinsi untuk membawa mereka ke barak agar mendapat pendidikan kedisiplinan,” katanya.

Menanggapi tudingan ini, orang tua korban bahwa sekolah menutupi kasus, Bambang membantah. Ia menjelaskan, pihak sekolah membutuhkan waktu sekitar 10 hari untuk memastikan data dan identitas pelaku sebelum diserahkan ke polisi.

“Korban awalnya tidak berani bicara, pelaku juga pakai nama samaran. Kami tidak bisa asal menunjuk orang. Baru kemarin sore data valid diserahkan ke polisi,” pungkasnya.

Tutup