Politisi Golkar Akui Biaya Politik Jadi Anggota DPR Itu Mahal: Harus Cari Bantuan Sana-sini
Pernyataan mengejutkan datang dari Wakil Ketua Komisi II DPR RI Fraksi Partai Golkar, Zulfikar Arse Sadikin. Dalam sebuah diskusi yang digelar Indonesia Corruption Watch (ICW) pada Senin (11/8), Arse blak-blakan mengaku sulit mendapatkan uang yang benar-benar halal selama menjadi anggota DPR.
“Jangankan di organisasi, di keluarga aja, saya pun ya enggak semuanya terus terang itu soal duit itu. Dari mana dapatnya gitu ya, yang penting istri sama anak tercukupi. Hanya kita bisa pastikan cara mendapatkannya itu berusaha betul halalan toyyiban,” kata Arse dalam diskusi ICW, Senin (11/8/2025).
Ia menegaskan, menjaga sumber pendapatan tetap halal bukan perkara mudah di dunia politik. Meski begitu, dirinya berusaha tetap bertanggung jawab dalam setiap langkah.
“Walaupun itu sulit, sulit, sulit, sulit, dalam mungkin kehidupan dunia. Tapi ya kita tetap berusaha untuk tetap bertanggung jawab,” imbuhnya.
Menurut Arse, perilaku korup bukan hanya terjadi di dunia politik, tetapi sudah menjadi masalah di berbagai sektor. Bahkan, sejak dirinya aktif di organisasi kemahasiswaan, pertanggungjawaban keuangan sering kali bermasalah.
“Bahkan sejak mahasiswa itu, saya yang berasal dari aktivis selalu bilang, sejak kita menjadi mahasiswa yang aktif di intra-kampus maupun ekstra kampus, pertanggungjawaban keuangan itu enggak pernah beres itu,” kata Arse.
“Itu kita bawa sampai kita bekerja itu,” imbuhnya.
Politikus Golkar dua periode ini juga mengungkap fakta lain: sebagian besar modal kampanyenya berasal dari bantuan pihak luar dan pinjaman yang masih harus ia kembalikan.
“Ya selama ini saya, terpilih dua periode ini dapat duitnya ini ya dapat bantuan, dari sana sini. Bahkan saya ada pinjaman yang harus saya kembalikan,” katanya.
“Tapi kalau modal saya enggak lah. Saya fokus aja menjadi politisi, berusaha untuk baik,” katanya.
Arse mengaku setuju dengan wacana penambahan pendanaan partai politik yang berasal dari masyarakat, bukan hanya dari negara atau korporasi. Ia mencontohkan sejumlah negara Eropa seperti Italia, Jerman, Portugal, Swedia, Inggris, hingga Australia yang sudah menerapkan skema ini.
Bahkan, bantuan publik di negara-negara tersebut bisa mencapai 30–60 persen dari total dana partai. Namun, Arse menekankan pentingnya aturan yang jelas dan sanksi tegas bagi pelanggar, seperti larangan ikut pemilu seumur hidup.
“Maka saya sejak awal dengan isu pendanaan partai politik dari publik itu sangat mendukung ya. Dengan syarat kita pun, politisi itu mengubah pikiran dan tindakannya,” kata Arse.
“Kalau ini bisa kita lakukan ya maka, saya lebih senang. Kita akan lebih berpikir bagaimana kita mewujudkan tujuan negara, bagaimana kita mewujudkan aspirasi masyarakat soal duit sudah ada yang mikir kita fokus aja sebagai anggota DPR,” imbuhnya.