LMKN Sebut Musik Apapun Tetap Harus Bayar Hak Cipta

Ilustrasi musik.

Ketua Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) Dharma Oratmangun menanggapi polemik pemutaran lagu di restoran hingga tempat usaha lain yang harus berurusan dengan royalti.

Ia menanggapi langkah para pelaku usaha yang memilih memutar suara burung hingga suara alam agar tidak kena royalti, usai kasus Mie Gacoan yang masuk ranah pidana dan perdata.

Menurutnya, ambience seperti suara alam hingga burung juga tetap terikat dengan pihak yang pertama kali merekam alias produser fonogram.

“Enggak ada kewajiban harus memutar musik. Tapi kalau mereka memutar musik di dalam itu, mau itu musik Indonesia atau lagu barat atau lagu tradisional itu wajib membayar hak cipta,” kata Dharma, pada Selasa (5/8).

“Sekarang kalau dia putar suara burung atau suara apa pun, itu ada hak dari produser fonogramnya. Produser yang merekam itu kan punya hak terkait. Hak terhadap materi rekaman itu, itu juga hak terkait dari bentuk rekaman audio,” tambahnya.

Kemudian, Dharma menjelaskan soal aturan tentang royalti itu tidak hanya berlaku untuk lagu-lagu dari Indonesia, namun juga produksi luar negeri.

“Jadi, pakai lagu luar negeri pun harus bayar royalti melalui LMKN,” ujarnya.

“Iya itu kan kami collab dengan LMKN yang ada di masing-masing negara. Jadi, imbauannya itu adalah pakai aja musik, bayar royalti, selesai,” pungkasnya.

Tutup