AMRO Klarifikasi soal Laporan Konsultasi Tahunan tentang Indonesia
Perekonomian Indonesia mempertahankan pertumbuhan yang solid sebesar 5,0 persen pada tahun 2024, didukung oleh permintaan domestik yang berkelanjutan dan pemulihan ekspor serta pariwisata. Inflasi menurun, berada dalam kisaran target 2,5±1%.
Dengan meningkatnya ketidakpastian global pada tahun 2025, para pembuat kebijakan didesak untuk memperkuat koordinasi kebijakan guna menjaga stabilitas dan mendukung kegiatan ekonomi. Reformasi struktural tetap krusial untuk mencapai potensi pertumbuhan jangka panjang.
Wawasan ini disorot dalam Laporan Konsultasi Tahunan 2025 tentang Indonesia yang dirilis hari ini oleh Kantor Riset Makroekonomi ASEAN+3 (AMRO). Laporan ini didasarkan pada Kunjungan Konsultasi Tahunan AMRO yang dilakukan pada Februari 2025.
Perkembangan dan Prospek Ekonomi
Permintaan domestik yang menguat dan pemulihan ekspor mendukung pertumbuhan Indonesia yang kuat pada tahun 2024. Permintaan domestik diperkirakan akan tetap tangguh seiring dengan penerapan kebijakan-kebijakan yang mendorong pertumbuhan, termasuk program-program prioritas pemerintah yang baru, di tengah lingkungan eksternal yang menantang pada tahun 2025.
Inflasi menurun menjadi 1,6 persen pada akhir tahun 2024, dengan rata-rata 2,3 persen untuk tahun tersebut. Inflasi tetap terjaga dalam koridor target 2,5±1 persen pada tahun 2025, didukung oleh sinergi kebijakan yang erat antara Bank Indonesia (BI) dan pemerintah untuk mengendalikan inflasi.
Surplus perdagangan yang tangguh dan arus masuk investasi asing yang kuat telah memperkuat posisi eksternal Indonesia meskipun terdapat ketidakpastian global, termasuk perubahan kebijakan oleh pemerintahan baru AS. Sementara itu, prioritas kebijakan domestik, tantangan fiskal, PHK di beberapa sektor padat karya, dan volatilitas pasar keuangan yang meningkat memengaruhi sentimen investor dan berkontribusi pada tekanan pelemahan rupiah di awal tahun 2025.
Respons Kebijakan
Bank Indonesia (BI) memperkuat bauran kebijakannya untuk memastikan stabilitas dan mendukung pertumbuhan. Kebijakan suku bunga yang pruden, dibarengi dengan intervensi valuta asing yang cermat dan operasi moneter yang pro-pasar, mendukung pengendalian inflasi dan menstabilkan nilai tukar rupiah pada tahun 2024. BI menurunkan suku bunga acuan menjadi 5,75 persen pada awal tahun 2025 untuk mendukung perekonomian karena inflasi berada di bawah kisaran target dan diperkirakan akan tetap rendah sementara nilai tukar rupiah konsisten dengan fundamentalnya.
Dengan kondisi perbankan yang tetap sehat, BI memperkuat efektivitas kebijakan insentif likuiditas terkait rasio giro wajib minimum (GWM) untuk mendorong penyaluran kredit perbankan kepada usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dan sektor-sektor yang ditargetkan untuk mendukung pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja. Bank sentral juga meningkatkan upaya untuk meningkatkan efisiensi sistem pembayaran dan mendorong transaksi mata uang lokal (LCT).
Pemerintah telah mengambil kebijakan fiskal ekspansif, dengan memperlebar defisit anggaran menjadi 2,3 persen dari PDB pada tahun 2024 untuk mendorong perekonomian dan mempercepat proyek infrastruktur. Pada tahun 2025, defisit anggaran kemungkinan akan semakin meningkat karena pemerintah telah memperkenalkan program-program prioritas baru, termasuk program makanan bergizi gratis untuk anak-anak, ibu hamil, dan ibu menyusui, serta subsidi tambahan untuk rumah tangga berpenghasilan rendah.
Sementara itu, penerimaan dari kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen akan lebih rendah dari yang direncanakan karena hanya berlaku untuk barang mewah. Penerapan Sistem Administrasi Perpajakan Inti yang baru bertujuan untuk meningkatkan efisiensi administrasi perpajakan dan meningkatkan kepatuhan wajib pajak.
Risiko dan Kerentanan
Prospek pertumbuhan jangka pendek Indonesia, seperti negara-negara berkembang lainnya, menghadapi risiko dan tantangan yang terutama berasal dari kebijakan perdagangan proteksionis pemerintah AS yang baru dan ketegangan perdagangan global yang meningkatkan ketidakpastian ekonomi di mitra dagang utama, terutama Tiongkok, AS, dan Eropa. Risiko volatilitas arus modal dan biaya pinjaman yang tinggi tetap ada di tengah potensi pengetatan keuangan global.
Target konsolidasi fiskal jangka menengah pemerintah mungkin akan sulit dicapai karena defisit anggaran diperkirakan akan melebar akibat meningkatnya kebutuhan belanja dari program-program prioritas baru. Tantangan struktural jangka panjang meliputi diversifikasi ekonomi dan peningkatan status negara berpendapatan tinggi, penyempitan disparitas regional, dan transisi menuju ekonomi hijau dengan opsi pendanaan yang terbatas.
Rekomendasi Kebijakan
AMRO merekomendasikan agar BI secara fleksibel mengkalibrasi ulang bauran kebijakannya untuk mengatasi risiko yang terus berkembang. Mengingat inflasi domestik diperkirakan akan tetap terkendali, penurunan suku bunga lebih lanjut dapat dipertimbangkan untuk mendukung perekonomian sejalan dengan dinamika global dan domestik, dengan syarat nilai tukar rupiah sejalan dengan fundamental dan volatilitasnya tidak berlebihan.
Pendalaman pasar uang dalam negeri akan memperkuat ketahanan terhadap risiko volatilitas arus modal yang terus berlanjut, sementara perbaikan sistem pembayaran dan promosi LCT akan terus memfasilitasi perdagangan dan investasi regional, serta berkontribusi pada stabilitas nilai tukar regional. Pemerintah harus meningkatkan upaya untuk meningkatkan mobilisasi pendapatan dan memprioritaskan kembali belanja guna mendorong pertumbuhan ekonomi. Kebijakan perpajakan dan administrasi.
Klarifikasi Resmi
Sebelumnya, ASEAN+3 Macroeconomic Research Office (AMRO) menyebut jika rasio utang pemerintah Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) diprediksi terus meningkat dan bisa mencapai 42 persen pada tahun 2029.
Tren peningkatan utang memicu kekhawatiran soal stabilitas fiskal Indonesia di masa depan. Laporan AMRO Annual Consultation Report: Indonesia 2025 menyoroti jika adanya lonjakan utang ini disebabkan oleh pelebaran defisit keseimbangan primer dan tingginya biaya pinjaman, sementara pendapatan negara stagnan lantaran batalnya kenaikan tarif PPN secara menyeluruh pada 2025.
“Kami merasa perlu untuk menyampaikan klarifikasi bahwa tidak membuat pernyataan semacam itu,” ujar manajemen Amro dalam keterangan yang diterima redaksi terkenal.
Laporan Amro menyajikan analisis berbasis data mengenai kondisi dan prospek ekonomi makro Indonesia. “Meski memerkirakan bahwa rasio utang pemerintah dapat meningkat secara bertahap hingga sekitar 42 persen pada tahun 2029 apabila tren fiskal saat ini terus berlanjut, kami tidak memproyeksikan akan terjadinya kolaps maupun mengindikasikan akan adanya krisis di Indonesia.”
Sebaliknya, Amro memberikan apresiasi kepada otoritas yang telah menerapkan kebijakan fiskal secara hati-hati dan displin, serta telah mengambil langkah-langkah untuk memitigasi risiko peningkatan utang di tengah situasi eksternal yang menantang.
Amro juga memproyeksikan bahwa keberlanjutan utang Indonesia jangka menengah akan tetap kuat, dengan rasio utang diperkirakan tetap jauh di bawah aturan fiskal sebesar 60 persen dari PDB, dan juga lebih rendah dibandingkan rata-rata kawasan Asean.
Dengan demikian, Amro tetap yakin pada fundamental ekonomi Indonesia yang kuat dan komitmen pemerintah untuk mengelola fiskal secara bertanggung jawab. Amro juga memerkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan tetap solid di atas 5 persen hingga tahun 2029.
ASEAN nilai Indonesia bisa terjebak dalam middle-income trap: Tidak benar