XTC Indonesia Kabupaten Bekasi Akan Laporkan Oknum Anggota DPRD ke Kejari?

XTC 308 Kabupaten Bekasi.

Sejumlah ratusan pekerja alih daya (outsourcing) di PT Eun Sung Indonesia di Kawasan Jababeka, Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi, bekerja tanpa perlindungan jaminan kesehatan dan keselamatan kerja. Hal ini terjadi karena iuran BPJS mereka tidak dibayarkan oleh oknum Lembaga Penyalur Kerja (LPK).

Fakta itu terungkap saat Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bekasi bersama Dinas Ketenagakerjaan melakukan kunjungan kerja ke PT Eun Sung Indonesia di Kawasan Jababeka, Cikarang Utara, Kamis (31/07/2025).

Kunjungan kerja ini, awalnya berkaitan dengan laporan masyarakat tentang adanya pemutusan kerja sepihak dari pihak perusahaan terhadap empat pekerja magang. Namun demikian, setelah dimediasi, persoalan tersebut langsung memperoleh penyelesaian.

Anggota Komisi IV DPRD, Boby Agus Ramdan, menyampaikan persoalan yang di anggap pemutusan kerja sepihak sudah diselesaikan secara musyawarah.

Kemudian, Dua pekerja akan kembali bekerja di PT Eun Sung, sementara dua lainnya akan ditempatkan di perusahaan baru oleh LPK PT Citra Tunas Karya (CTK).

“Dua pekerja sudah kembali bekerja di PT Eun Sung. Dua lagi akan dibantu penempatan oleh LPK PT Citra Tunas Karya (CTK) di perusahaan lain. Semua keluhan yang disampaikan LPMD ke kami, hari ini sudah selesai,” ujar Boby Anggota DPRD Kabupaten Bekasi Komisi IV kepada media.

Namun, kunjungan tersebut justru membuka persoalan yang lebih serius. Dari sekitar 500 karyawan, sebanyak 384 orang diketahui tidak memiliki kepesertaan aktif di BPJS Kesehatan maupun BPJS Ketenagakerjaan. Mereka merupakan tenaga outsourcing yang disinyalir dari LPK Adhigana.

Ironisnya, hal ini berlangsung sejak Oktober 2024 silam, kemudian berulang pada Januari hingga sekarang ini. Sehingga lebih dari setengah tahun para karyawan bekerja tanpa jaminan keselamatan kerja dan jaminan kesehatan mereka juga tidak terpenuhi.

HR Manager PT Eun Sung Indonesia, Rudi mengatakan, pihaknya telah melayangkan teguran baik lisan maupun tulisan terhadap LPK Adhigana. Pihak LPK menyanggupi untuk membayar kelalaian mereka, namun kesanggupan itu belum terpenuhi.

“Pertama itu sejak Oktober tahun lalu. Lalu mereka bayar tapi sampai Desember. Sedangkan dari Januari sampai Juli ini belum dibayar. Tentu ada kekhawatiran karena dari perusahaan sendiri sudah membayar itu,” ucapnya.

Adapun jenis iuran yang bermasalah mencakup Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Kecelakaan Kerja(JKK), dan Jaminan Kematian (JKK) untuk BP Jamsostek. Lalu iuran untuk Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat alias BPJS Kesehatan.

Lebih lanjut, Rudi mengungkapkan dari sekitar 500 karyawan yang bekerja, 384 karyawan tidak dibayarkan iurannya. Mereka merupakan karyawan alih daya atau outsourcing yang berada di bawah naungan LPK Adhi Gana Apta.

Secara tidak langsung, diakui Rudi, kepesertaan yang tidak aktif itu berpotensi mengganggu operasional perusahaan. Untuk itu, dia berharap ada komitmen dari pihak LPK untuk menyelesaikan kewajibannya.

“Kami kemarin sampai September komitmennya mereka untuk melakukan pembayarannya. September itu harusnya udah beres semua. Jika tidak, opsinya kami alihkan pada LPK swasta lainnya,” ucap Rudi.

Sementara itu, Kepala Bidang Pelatihan Kerja Disnaker Kabupaten Bekasi, Widi Mulyawan membenarkan adanya keluhan terkait iuran BPJS yang tidak dibayar oleh LPK. Persoalan itu dapat ditindaklanjuti oleh pihak pengawas ketenagakerjaan di tingkat provinsi.

“Kalau ingin mengawasi langsung ke perusahaan, kita terhambat karena pengawas tenaga kerja itu wewenang provinsi. Maka tadi disepakati, akan dibentuk Satgas untuk memperkuat pengawasan, termasuk untuk pengawasan tersebut.

Sementara itu, kasus ini pun disoroti XTC Indonesia Kabupaten Bekasi, Mario selaku OKK, pihaknya menyebutkan banyak fakta-fakta yang ditemui di lapangan yang bermasalah. XTC menilai LPK outsourcing tersebut pemiliknya adalah salah satu oknum anggota DPRD Kabupaten Bekasi Komisi IV.

“Seharusnya DPRD Kabupaten Bekasi menyuarakan kebenaran aspirasi masyarakat nya sesuai Dengan Perda Kabupaten Bekasi Nomor 1 Tahun 2021 Tentang kode etik Pada BAB II Pasal I Dan II,” kata Mario.

“Jadi lucu, permasalahan masyarakat ini justru malah ikutan terlibat karena sebagai direktur utama LPK outsourcing Adhi Gana Apta dan Srikandi,” sambung dia.

Sedangkan, kata Mario, dalam Perda Kabupaten Bekasi Nomor 1 Tahun 2021 Tentang kode etik itu dijelaskan pada BAB VIII larangan Pasal 18 Ayat (1)  Huruf (b) menggunakan jabatannya untuk mempengaruhi proses peradilan, untuk kepentingan pribadi dan/atau pihak lain.

Lebih lanjut, pada pasal 19 Ayat (2) dijelaskan bahwa Anggota DPRD dilarang melakukan pekerjaan sebagai pejabat struktural pada lembaga pendidikan, akuntan publik, konsultan, advokat atau pengacara, notaris dan pekerjaan lainnya yang ada hubungannya dengan dengan tugas dan wewenang DPRD.

Kendati demikian, disebutkan pada Ayat (3) Anggota DPRD yang dinyatakan terbukti melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (2) dikenai sanksi pemberhentian sebagai Anggota DPRD.

“Tentu kami XTC Indonesia Kabupaten Bekasi akan mengawal kasus ini dan akan melaporkan kepada kejaksaan negeri Kabupaten Bekasi sampai tuntas,” pungkasnya.

Tutup