Dokter Psikiater: Perselingkuhan Bisa Sebabkan Bunuh Diri dan Berdampak Buruk Secara Individu

Ilustrasi Perselingkuhan/ Sumber: Freepik.com

Baru-baru ini di Kabupaten Bekasi sedang heboh dalam pemberitaan yang diduga perselingkuhan oleh oknum pimpinan Direksi BUMD dan Anggota DPRD. Namun, perkembangan saat ini belum ada kabar terbaru para pihak melakukan proses hukum atau melaporkan kepada Aparat Penegak Hukum (APH).

Nah, redaksi mencoba mengutip dari berbagai sumber tentang dampak dan faktor perselingkuhan apa saja sih?

Dilansir dari Suaramerdeka, Diriset University of Denver, Amerika Serikat (AS) bahwa dari 484 responden yang terlibat dalam penelitian menunjukkan mereka yang pernah selingkuh berkemungkinan tiga kali lebih besar untuk melakukannya lagi.

Berbeda dengan orang yang tidak pernah melakukannya, kemungkinan untuk berselingkuh sangat kecil. Ungkapan ‘sekali selingkuh, maka akan berselingkuh lagi’ berhasil dibuktikan dalam penelitian tersebut. Tetapi, temuan itu hanya mengungkap kemungkinan, bukan menunjukkan hasil yang benar-benar mutlak.

Perselingkuhan memang jenis perilaku yang melanggar komitmen bersama pasangan dan norma sosial, tetapi seseorang yang melakukannya bukan berarti tidak bisa sadar lalu memperbaiki perbuatannya agar tak terulang.

Menurut Psychology Today, tidak semua orang yang pernah berselingkuh akan mengulanginya lagi. Sebagian besar orang yang berselingkuh memang akan mengulanginya lagi karena dipicu oleh berbagai macam faktor.

Beberapa faktor di antaranya adalah pelampiasan amarah, rasa percaya diri yang tinggi, kurangnya kasih sayang, komitmen yang rendah, dorongan situasi dan kondisi, merasa ditinggalkan, dan keinginan seksual.

Sementara itu, Psikiater Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang, dr Santi Yuliani, mengatakan, perselingkuhan sangat berdampak buruk secara individu, baik itu terhadap korban maupun pelaku.
Menurut dr Santi pelaku perselingkuhan, dalam jangka panjang dapat mengakibatkan stress hingga terjangkit sakit jantung, depresi, dan stroke.

“Bahkan bisa sampai suicide (bunuh diri, red) karena tak bisa menyelesaikan masalah perselingkuhannya,” kata dia dalam webinar yang ditayangkan di YouTube KASN.

Lebih lanjut, dia mengatakan perselingkuhan merupakan pelanggaran sebuah kepercayaan, pengkhianatan atau pemutusan kesepakatan dalam sebuah hubungan.

“Terdapat tiga tahapan ketika seseorang melakukan selingkuh, yaitu lust (nafsu), attraction (ketertarikan), dan attachment (keterikatan),” ungkapnya.

Kemudian, dalam fase lust adalah pintu masuk perselingkuhan, yang merupakan kondisi psikologis yang memunculkan nafsu karena hormon testosteron dan estrogen mendominasi.

Lalu pada fase attraction, seseorang akan makin mencari tahu mengenai informasi tentang orang yang menarik baginya sebagai bentuk reward.

Pada tahap emotional affair tersebut, sambungnya, seseorang yang selingkuh biasanya akan mulai berdandan ke kantor, mulai bohong ke pasangannya, mulai menghabiskan waktu di kantor lebih lama.

“Kalau bisa dinas di luar kota, atau mulai texting-texting tanpa diketahui pasangannya,” tuturnya.

Tak hanya itu, ketika gejala tersebut tidak diobati, selanjutnya akan masuk ke fase attachment. Pada fase ini kata dia, hormon yang terlibat adalah vasopressin dan oxytocin sehingga sulit untuk dipisahkan.

Pihaknya mengimbau kepada ASN maupun Pejabat dan juga masyarakat awam agar dapat menghindari perbuatan selingkuh. Karena, kata dia, selingkuh bukanlah solusi dari masalah tetapi justru menambah masalah.

“Bagi korban perselingkuhan akan membutuhkan waktu yang sangat panjang untuk bisa masuk ke dalam pemulihan,” jelasnya.

Tutup