Dedi Mulyadi Dinilai Gagal Atasi Pendidikan
Berbeda dengan tahun sebelumnya, tahun 2025 seluruh calon peserta lulusan SMP dan setingkatnya di Jabar untuk masuk SMA yang mendaftar melalui jalur prestasi dalam SPMB Jawa Barat 2025 wajib mengikuti serangkaian ujian seleksi.
Penyelenggaraan Tes untuk Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) tahap 2 jalur prestasi telah digelar pada tanggal 3 hingga 4 Juli 2025, dengan 3 sesi setiap harinya dengan bobot soal yang berbeda. Pada hal bisa saja diselenggarakan dalam satu hari satu sesi dengan bobot soal yang sama, sehingga terjadi rasa keadilan terhadap bobot soal.
Aneh ada lagi pelaksanaan test sesi lanjutan pada hari Senin, 7 Juli 2025, khusus bagi calon siswa baru yang tidak dapat mengikuti tes utama dan harus menjalani tes susulan. Hal ini mengambarkan Disdik Jabar sebagai penyelenggaran bermain-main dengan kedisiplinan, ini juga menimbulkan kecurigaan masyarakat.
Lebih aneh lagi secara dadakan susulan penerimaan jalur PAPS tambahan kuota yang alasannya Pencegahan Anak Putus Sekolah karena tidak mampu ke swasta. Peserta diambil secara random, yang tidak jelas kriterianya. Faktanya yang mampu juga diterima.
Salah satu hal yang banyak disorot dengan kritik tajam dari kalangan orang peserta test adalah mengenai bobot soal setiap sesi yang dinilai tidak sama. Adanya keluhan orang tua siswa yang menyatakan bahwa untuk soal sesi ketiga pada hari pertama dan sesi pertama pada hari kedua lebih sulit dibandingkan dengan sesi lainnya. Dilansir dari laman resmi Disdik Jabar, keluhan tersebut datang dari peserta tes terstandar sesi tiga pada 3 Juli dan sesi satu pada 4 Juli lalu
Dapat dilihat secara objektif pada sesi tersebut nilai yang didapat para peserta test secara merata rendah dibandingkan dengan sesi lainnya. Disini letak ketidak adilan seharusnya test harus dilakukan dengan soal yang sama pada hari yang sama. Biaya penyelenggaraanya juga akan lebih murah.
Ada ungkapan yang hidup diantara orang tua dan siswa jalur berprestasi disekolah dibuat sulit pakai test, sementara jalur domisili dan afirmasi mudah saja tanpa test, bahkan bisa melalui jalan tol “berbayar” untuk tiket tol.
Akhirnya seperti tahun sebelumnya protes dan aksi demonstrasi dari orang tua murid pun kembali terjadi, bahkan jerit tangis orang tua murid berprestasi (big five disekolahnya) gagal dengan test 90 menit tersebut. Lebih menyedihkan beberapa keluhan orang tua ada siswa berprestasi menjadi yang menanggis tak henti sulit tidur, mual, tidak mau makan.
Note: saran kepada orang tua ini gejala stres harus ada pendampingan psikologi bagi siswa berprestasi yang gagal, karena mereka dengan usia yang labil (masih remaja cilik/ recil). Apalagi mengetahui beberapa temannya yang kurang prestasi disekolah, yang mendapatkan sesi dengan bobot soal mudah dan lolos.
Sangat Dzalim pihak Disdik bahkan Kadisdik Jabar berkomentar menyakitkan hati seakan semua mereka pada sesi tersebut tidak cermat, tidak teliti, tidak hati-hati karena ada soal-soal jebakan, “seakan” mereka bodoh tidak berkemampuan. Patut dicatat bahwa yang mengikuti jalur test prestasi, karena mereka punya prestasi disekolahnya.
Untuk hal tersebut sebagai pemerhati kebijakan publik, saya meminta agar Kadisdik Jabar dengan jajarannya harus di demosi. Mereka tidak pantas menjadi Kadisdik tanpa memikirkan akibat psikologis terhadap orang tua dan siswa yang gagal.
Penjelasan mengampangkan permasalahan mengakibatkan tekanan kejiwaan, tidak adil dan tidak nyaman. Membuktikan bahwa SPMB 2025 Jabar yang digawangi oleh gubernur KDM (dikenal sebagai Bapak Aing!, bukan? Bapak Sia!) gagal, menyelenggarakan test secara tidak adil serta tidak memberi kenyamanan bagi peserta test dan orang tuanya.
Walaupun kegaduhan dalam proses penerimaan siswa bukanlah fenomena baru di Jawa Barat, selalu terjadi setiap tahun Fakta dilapangan untuk jalur
Disamping itu tantangan terbesar dalam Penerimaan Peserta Didik Baru dari tahun ketahun tahun sampai sekarang tahun 2025 adalah masalah daya tampung, terutama dikota-kota besar di Jawa Barat. Keterbatasan daya tampung sekolah ditingkat SLTA merupakan masalah utama menjadi akar masalah. Data dari Dapodik Kemendikdasmen di jenjang SMP ada 6.169 sekolah sementara jenjang SMA 4.171 sekolah.
Sebagai perbandingan data tahun ajaran 2024 di Jawa Barat, total kuota SMA/SMK negeri sekitar 310.856 kursi, ditambah dengan sekolah swasta, total kapasitas PPDB Jabar tahun 2024 bisa mencapai sekitar 700.000 kursi, sementara lulusan dari SMP/MTs ± 764.138 lulusan SMP/MTs.
Artinya bukan 64,138 yang putus sekolah?, lebih dari jumlah tersebut karena tidak mampu masuk sekolah swasta harus berbayar.
Di Kota Bandung lebih parah. Daya tampung di SMA/SMK Negeri Kota Bandung pada 2024 sangat terbatas dibanding jumlah peminat, kurang dari 50% siswa bisa tertampung. Kekurangan kursi ini diperparah oleh distribusi sekolah yang tidak merata. Peminat SMA Negeri lebih dari 35.000 siswa sedangkan kuota Negeri hanya18.632 kursi (SMA & SMK).
Artinya, semakin tinggi jenjang pendidikan, peluang masuk sekolah negeri makin kecil. Padahal, sebagian besar syarat kerja saat ini membutuhkan ijazah SMA atau SMK. Fokus pemerintah pusat pada MBG, untuk infrastruktur sekolah belum ada. Fokus para elit adalah korupsi, ribuan triliun korupsi di era pemerintahan sebelumnya raib di korup.
Jika dana korupsi tersebut digunakan untuk infrastruktur sekolah atau membangun sekolah luar biasa banyaknya. Sehingga kegaduhan dari tahun ketahun untuk masuk sekolah tidak akan terjadi, begitu juga putus sekolah ditingkat dasar dan menengah pertama dapat dihilangkan.
Sampai sekarang keseimbangan daya tampung sekolah tidak mampu diatasi oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Kondisi ini yang menyebabkan peningkatan angka putus sekolah. Pemerintah hanya bermain dengan perubahan nama dari PPDB menjadi SPMB. Zonasi di ganti Domisili.
Sungguh bukan solusi karena kesenjangan ini yang membuat terjadinya penyimpangan yang dilakukan oleh sebagian orang tua yang menginginkan anaknya masuk sekolah. Segala cara dilakukan berkolaborasi dengan beberapa aparat disdik dan kepala sekolah, termasuk melakukan kebohongan domisili dan afirmasi.
Bukan rahasia umum pada SPMB 2025 pada tahap 1 jalur Domisili dan Afirmasi juga terjadi tipu-tipu, ibarat kentut, hanya baunya saja yang tercium beberapa bisa masuk dengan domisili jarak jauh, jalur Afirmasi juga dimanfaatkan si kaya atau yang berkemampuan melalui “mudahnya” membuat surat keterangan miskin.
Sayangnya mereka para orang tua berbuat tidak jujur tersebut tidak merasa bersalah, malah bangga hati, karena berhasil menyekolahkan anaknya di SMA Negeri. Bahayanya jangan sampai anak didik berpikir tidak perlu rajin atau berprestasi disekolah karena ada cara yang lebih mudah.
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi (KDM) pernah menyatakan komitmennya untuk menggratiskan pendidikan hingga jenjang SMA/SMK, baik di sekolah negeri maupun swasta. Targetnya pendidikan minimal 12 tahun bagi seluruh anak di Jabar dalam rapat Badan Anggaran DPRD Jabar pada 22 Mei 2025.
Serta program KDM untuk percepatan pembangunan sekolah negeri dan pemberian subsidi kepada siswa miskin bersekolah di swasta sebagai strategi utama. Mudah-mudah KDM tidak sekadar omong kosong.
Gercep (Gerakan Cepat) yang biasa dilakukan KDM untuk bidang lain, seharusnya juga untuk SPMB tahun ini. Laksanakan segera subsidi untuk masuk sekolah swasta, karena untuk masuk sekolah swasta di Kota Bandung biayanya berkisar antara 10 s/d 30 juta rupiah. Hari ini sampai dengan tanggal 11 Juli 2025 merupakanpendaftaran terakhir bagi SMA Swasta di Kota Bandung.
Sebagai penutup SMPB 2025 Jabar yang penuh tanggis haru orang tua siswa Jabar, merupakan batu ujian bagi kepemimpinan KDM sekaligus menjadi batu sandungan.
Pemerhati Kebijakan Publik, Anggota Fortusis, Aktivis 77-78, Syafril Sjofyan