Ria Sabaria Raih Gelar Doktor dari Universitas Padjadjaran

Ria Sabaria raih gelar doktor di Unpad. Foto: Tangkapan layar Instagram @senitari.upi

Suasana khidmat mewarnai Sidang Terbuka Promosi Doktor di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran (FIB Unpad), Kamis (10/7/2025).

Dalam forum ilmiah itu, Ria Sabaria resmi menyandang gelar Doktor Kajian Budaya setelah berhasil mempertahankan disertasinya yang mengangkat tema Estetika dan Nilai Budaya Tari Sulintang, karya maestro tari Sunda, R. Tjetje Somantri.

Sidang dipimpin langsung oleh Dekan FIB Unpad, Prof. Dr. Aquarini Priyatna, MA, M.Hum., Ph.D, yang menyampaikan bahwa Ria Sabaria lulus dengan yudisium Sangat Memuaskan.

“Promovendus telah menunjukkan ketekunan, kesungguhan, dan kapabilitas luar biasa dalam proses akademik. Karyanya memberikan kontribusi penting terhadap pelestarian seni tradisi berbasis kajian ilmiah,” ujar Prof Aquarini dalam keterangan tertulisnya, Kamis (10/7/2025).

Dalam disertasinya, Ria Sabaria menggali kedalaman makna dan struktur estetika Tari Sulintang, yang diciptakan oleh R. Tjetje Somantri. Ia mengupas tari tersebut bukan hanya sebagai bentuk pertunjukan, tetapi sebagai cerminan nilai budaya masyarakat Sunda.

Melalui pendekatan lintas disiplin yang memadukan teori estetika Monroe Beardsley dan nilai budaya Clyde Kluckhohn yang dimodifikasi Koentjaraningrat, ia menyusun lima prinsip dan lima belas ciri estetika Tari Sulintang serta lima orientasi nilai budaya yang terkandung di dalamnya.

Penelitian ini dilakukan di lima institusi seni di Jawa Barat: UPI, ISBI, SMKN 10 Bandung, Pusbitari pimpinan Irawati Durban Arjo, dan Studio Tari Indra pimpinan Indrawati Lukman. Menurut Ria, Tari Sulintang tak hanya menawarkan keindahan gerak, tetapi juga menyampaikan pesan kultural dan filosofi hidup masyarakat Sunda.

“Tjetje Somantri berhasil mendobrak stigma lama bahwa penari perempuan hanyalah penghibur. Dalam tari ini, perempuan hadir sebagai seniman terhormat dengan peran penting dalam transformasi budaya,” ujar Ria saat presentasi.

Lebih jauh, ia menyoroti bahaya “pemiskinan makna” dalam pengajaran seni tari yang terlalu menekankan aspek teknis. Disertasi ini, kata Ria, menjadi upaya menghidupkan kembali nilai-nilai luhur dalam tari tradisi agar relevan bagi generasi muda masa kini.

Ria Sabaria menilai belum adanya konvensi baku mengenai standar estetika tari Sunda menjadi persoalan yang krusial. Hasil penelitiannya diharapkan bisa menjadi landasan diskursus bagi para akademisi, seniman, dan praktisi seni untuk membangun kesepakatan bersama mengenai standar estetika tari Sunda yang dapat dijadikan acuan, baik dalam pelestarian maupun penciptaan karya-karya baru.

“Konvensi ini penting agar tari kreasi baru tetap memiliki akar kuat dalam identitas budaya Sunda,” tegasnya.

Lahir di Ciamis, 3 Maret 1972, Ria Sabaria menyelesaikan pendidikan dari SD di Kawali hingga S3 Kajian Budaya di Unpad. Sejak 2005, ia aktif mengajar di Prodi Pendidikan Seni Tari FPSD UPI Bandung dan menjadi anggota Asosiasi Program Studi Pendidikan Sendratasik Indonesia (AP2SENI) serta Asosiasi Pendidik Seni Indonesia (APSI).

Ia juga dikenal aktif mengembangkan pedagogi seni tari dan media pembelajaran yang berbasis nilai budaya.

Sidang promosi ini turut dihadiri oleh sejumlah tokoh penting, di antaranya:

• Prof. Dr. Cece Sobarna, M.Hum (Promotor)

• Dr. Teddi Muhtadin, M.Hum dan Prof. Juju Masunah, M.Hum., Ph.D (Co-promotor)

• Prof. Dr. Endang Caturwati dan Amaliatun Saleha, Ph.D (Oponen Ahli)

• Prof. Dr. Tajudin Nur, M.Hum (Perwakilan Guru Besar)

• Dr. Lina Meilinawati Rahayu, M.Hum (Sekretaris Sidang)

Disertasi Ria Sabaria kini menjadi rujukan penting bagi pengembangan ilmu estetika tari dan pelestarian budaya Nusantara. Sebuah karya ilmiah yang tidak hanya merekam, tetapi juga menghidupkan kembali denyut tradisi dalam bingkai keilmuan yang kokoh.

Tutup