Menteri Lingkungan Hidup Soroti Aktivitas Kawasan Industri di Cikarang: 8.000 Cerobong Ilegal Tersebar
Menteri Lingkungan Hidup sekaligus Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, melakukan kunjungan kerja ke Kawasan Industri JPBK di Cikarang, Kabupaten Bekasi, salah satu kawasan industri terbesar di Asia Tenggara dengan luas mencapai 4.500 hektare. Dalam kunjungan tersebut, ia menekankan tiga pesan penting terkait dampak lingkungan dari aktivitas industri di kawasan tersebut.
“Tiga hal yang kami titipkan kepada pengelola kawasan: pemantauan kualitas udara, pengawasan limbah industri secara menyeluruh, dan pengelolaan sampah terpadu,” ujar Hanif kepada wartawan di Cikarang, Kabupaten Bekasi, Senin (30/6/2025).
Ia menegaskan, upaya perbaikan harus terus dilakukan mengingat kualitas udara di wilayah Jabodetabek masih kerap berada dalam kategori tidak sehat dan memicu peningkatan penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA).
Menurut Hanif, salah satu langkah konkret yang kini sedang dijalankan adalah verifikasi 268 cerobong industri di Kawasan JPBK. Kawasan ini merupakan bagian dari 33 kawasan industri di Jabodetabek yang berkontribusi terhadap kualitas udara di Jakarta, dari total 170 kawasan industri nasional.
“Secara total, ada sekitar 6.800 cerobong resmi di wilayah Jabodetabek. Tapi di luar itu, kami memperkirakan masih ada sekitar 8.000 cerobong ilegal,” ungkapnya.
Hanif juga menyoroti adanya praktik pembakaran tanpa pengendalian emisi oleh sejumlah industri. Ia menyatakan bahwa pengawasan akan diperketat dan semua pihak harus berperan aktif menjaga kualitas udara.
“Kami mengajak seluruh elemen masyarakat dan pelaku industri untuk peduli, karena ini menyangkut kesehatan bersama,” katanya.
Meski JPBK mencatat hasil Proper Hijau tahun 2023 tanda kepatuhan lingkungan dan adanya inovasi, Hanif mendorong agar seluruh tenant di kawasan tersebut masuk ke dalam sistem pelaporan elektronik. Saat ini, baru sekitar 50% dari lebih 700 tenant yang tercatat dalam sistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Dinas Lingkungan Hidup Jawa Barat.
Dalam kesempatan yang sama, Hanif turut menyoroti masalah pengelolaan sampah di DKI Jakarta, khususnya di wilayah Jakarta Utara. Ia menyebutkan bahwa hotel, restoran, dan kafe di wilayah itu menghasilkan sekitar 1.300 ton sampah setiap hari, terdiri atas 700 ton organik dan 600 ton anorganik. Penanganannya pun disebut masih belum optimal.
Ia menegaskan bahwa tidak ada lagi toleransi bagi pelaku usaha yang abai dalam pengelolaan sampah. “Sanksi administratif akan langsung diberikan kepada yang tidak patuh,” tegasnya.
Hanif juga menekankan pentingnya percepatan pengoperasian fasilitas Refuse Derived Fuel (RDF) Rorotan, yang ditargetkan mulai beroperasi pada Juli.
“Jika RDF Rorotan berjalan maksimal pada Desember, ia bisa menangani hingga 2.500 ton sampah per hari dan mengurangi tekanan di TPST Bantar Gebang,” ujarnya.
Saat ini, TPST tersebut sudah menerima sekitar 8.000 ton sampah per hari, melebihi kapasitas idealnya. Ia memperingatkan bahwa jika RDF Rorotan tak segera dioperasikan, maka beban Bantar Gebang akan semakin berat.
“Jakarta menghasilkan hampir 9.000 ton sampah setiap hari. Kalau bukan ke Bantar Gebang, mau dibuang ke mana lagi?” tanyanya retoris.
Menutup pernyataannya, Hanif mengingatkan bahwa pengelolaan sampah tidak bisa lagi ditunda. Ia mendesak Pemerintah Provinsi DKI Jakarta agar segera bertindak serius dan konsisten dalam menangani persoalan ini.
“Perpres No. 12 Tahun 2021 menetapkan target penyelesaian pengelolaan sampah pada 2029. Tapi sekarang 2025, dan kita belum benar-benar memulainya,” pungkasnya.