Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi: Tidak Usah Lagi Ada Kerjasama Media
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menyampaikan pandangannya tentang pentingnya efisiensi dan pemanfaatan teknologi digital dalam pemerintahan, saat memberikan pidato di hadapan mahasiswa dan mahasiswi Universitas Pakuan (Unpak) Bogor, beberapa waktu lalu.
Dalam pidato yang terekam di kanal YouTube UNPAK TV pada 24 Juni 2025, Dedi menyoroti perubahan zaman yang kini didominasi oleh kehadiran media sosial.
Ia menekankan bahwa teknologi harus dimanfaatkan untuk mendukung efisiensi dan keterbukaan dalam menjalankan tugas sebagai pemimpin publik.
“Zaman sudah berubah. Sekarang kita hidup di era media sosial. Tidak ada kemajuan tanpa efisiensi, dan pertumbuhan harus dibarengi dengan transparansi,” ujar Dedi.
Menurutnya, media sosial seperti TikTok, YouTube, Instagram, dan Facebook menjadi sarana efektif untuk menyampaikan informasi kepada publik secara langsung tanpa harus mengeluarkan anggaran negara.
“Transparansi itu keterbukaan. Sekarang pemimpin bisa secara terbuka bercerita tentang apapun tanpa biaya negara. Cerita saja di TikTok, di YouTube, di IG, di Facebook,” kata Dedi yang disambut tepuk tangan para mahasiswa.
Dedi bahkan menegaskan bahwa pemanfaatan media sosial menjadi bentuk efisiensi karena tidak perlu lagi bekerja sama dengan media konvensional.
“Ceritakan apapun, tidak usah lagi ada kerja sama media. Efisien. Kalau saya tidak punya YouTube, bisa jadi saya sudah didemo berkali-kali di Gedung Sate karena ucapan saya banyak yang dipotong,” tegasnya.
Lebih lanjut, Dedi menjelaskan bahwa penggunaan kanal YouTube juga berfungsi sebagai dokumentasi atau rekam jejak digital atas aktivitas dan pernyataannya.
“YouTube bercerita tentang apa adanya. Ketika dipotong, kita bisa tunjukkan sumber aslinya,” ujar Dedi, kembali disambut tepuk tangan hadirin.
Ketika Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menyatakan dirinya tak lagi memerlukan pers karena telah memiliki akun media sosial, kritikan pun berdatangan. Pernyataan itu tak sekadar kontroversi di ruang publik; ia menabrak semangat UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers yang menegaskan fungsi pers sebagai pilar demokrasi sekaligus kontrol sosial.
Ketua Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Jawa Barat, Sony Fitrah Perizal. menilai pernyataan sang gubernur sah-sah saja jika diucapkan sebagai opini pribadi, namun “keterlaluan” bila disampaikan dalam kapasitas pejabat publik, terlebih di forum resmi. Di mata Sony, seorang gubernur—perpanjangan tangan pemerintah pusat di daerah—wajib menjamin kemerdekaan pers, bukan menegasikan keberadaannya.
Sony mengurai landasan hukumnya secara lugas. Pasal 3 ayat 1 UU Pers menegaskan pers berfungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial.
Ketika Dedi Mulyadi mengklaim pers tak lagi diperlukan, ia otomatis mengabaikan fungsi kontrol sosial—poin krusial bagi check and balance kekuasaan—serta melanggar roh pasal tersebut. Lebih jauh, Pasal 4 ayat 3 menegaskan hak pers untuk mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan informasi.