Pandangan Orientalis Terhadap Al-Qur’an: Meneliti Budaya, Bahasa, Sejarah, dan Agama
Al-Qur’an adalah kitab suci umat Islam yang diyakini sebagai wahyu dari Allah. Tapi tahukah kamu, perdebatan mengenai asal-usul Al-Qur’an tidak hanya datang dari kalangan Muslim sendiri, tapi juga dari para sarjana Barat atau yang dikenal sebagai orientalis, yaitu orang-orang Barat yang meneliti budaya, bahasa, sejarah, dan agama dari dunia Timur termasuk Islam.
Masalahnya, banyak orientalis yang mempelajari Al-Qur’an bukan untuk mencari kebenaran atau memahami keyakinan umat Islam, tapi lebih karena ingin menganalisisnya seperti buku sejarah biasa. Mereka tidak melihat Al-Qur’an sebagai firman Tuhan, tapi hanya sebagai karya manusia yang bisa dikritik atau diragukan keasliannya. Cara pandang seperti ini tentu sangat berbeda dengan cara umat Islam memahami Al-Qur’an. Sejak abad ke-19, beberapa orientalis menyatakan bahwa isi Al-Qur’an banyak mengambil dari ajaran Yahudi dan Kristen. Pendapat ini dikenal dengan istilah “teori pengaruh”.
Salah satu tokoh yang pertama kali mempopulerkan teori ini adalah Abraham Geiger, seorang sarjana Yahudi dari Jerman. Dalam bukunya yang terbit pada tahun 1833, Geiger berpendapat bahwa Nabi Muhammad banyak mengambil istilah dan kisah dalam Al-Qur’an dari sumber-sumber Yahudi. Ia mencontohkan kata seperti tabut, jannatu ‘adn, dan jahannam yang menurutnya berasal dari bahasa Ibrani.
Pandangan Geiger ini kemudian diteruskan oleh tokoh-tokoh lain seperti Theodor Noldeke dan William Muir. Mereka bahkan menyebut bahwa Nabi Muhammad tidak menerima wahyu, melainkan menciptakan ajaran Islam dari pengaruh agama-agama sebelumnya. John Wansbrough, seorang sarjana dari Inggris, bahkan menyebut bahwa konsep kenabian Muhammad hanyalah tiruan dari kenabian Nabi Musa.
Namun, pandangan tersebut tidak bisa dilepaskan dari prasangka dan kebencian lama terhadap Islam. Banyak orientalis melihat Islam dengan kacamata negatif karena pengaruh sejarah panjang konflik, termasuk Perang Salib. Bahkan ada tokoh-tokoh seperti Martin Luther dan Ricoldo da Monte Croce yang menuduh Al-Qur’an berasal dari setan, bukan dari Tuhan.
Meski begitu, umat Islam tetap meyakini bahwa Al-Qur’an adalah firman Allah yang murni, diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW tanpa pengaruh dari ajaran manapun. Kritik dari para orientalis memang bisa dijadikan bahan kajian, tapi harus disikapi dengan bijak dan kritis.
Karena itu, penting bagi kita untuk membaca kritik terhadap Islam dengan wawasan yang luas dan tetap memegang keyakinan berdasarkan ilmu dan keimanan.
Tulisan ini merupakan ringkasan dan adaptasi dari artikel ilmiah berjudul “Al-Qur’an Menurut Pandangan Orientalis (Studi Analisis ‘Teori Pengaruh’ dalam Pemikiran Orientalis)” karya M. Muzayyin, yang dimuat dalam Jurnal QURDIS, Vol. 16, No. 2, Juli 2015. Tulisan ini disajikan ulang dengan bahasa yang lebih ringan agar dapat diakses oleh pembaca umum.
Penulis: Intan Nur’aini