Nahdlatul Ulama mendesak pencabutan surat edaran Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi

NU Kabupaten Bekasi. Foto: Istimewa

Nahdlatul Ulama Kabupaten Bekasi mendesak pencabutan surat edaran Gubernur Jawa Barat terkait percepatan penyerahan ijazah sebagaimana disampaikan melalui forum rapat gabungan menindaklanjuti dengar pendapat bersama legislator Jawa Barat beberapa hari lalu.

“PCNU Kabupaten Bekasi meminta langkah cepat pimpinan DPRD Jawa Barat usai rapat gabungan kemarin agar KDM (Gubernur Jawa Barat) mencabut surat edaran percepatan penyerahan ijazah,” kata Ketua PCNU Kabupaten Bekasi KH Atok Romli Mustofa di Cikarang, Rabu.

Ia mengatakan PCNU Kabupaten Bekasi beserta para pimpinan pondok pesantren turut menghadiri rapat gabungan yang diadakan DPRD Provinsi Jawa Barat, Selasa (27/5). Dirinya dalam kesempatan itu turut menyayangkan kebijakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi sekaligus memberikan sejumlah catatan kritis.

Pertama, mendesak gubernur untuk segera mencabut surat edaran dimaksud. Kemudian kebijakan penyerahan ijazah harus berdasarkan payung hukum yang jelas, seperti peraturan gubernur, bukan surat edaran.

PCNU dan pesantren-pesantren di Kabupaten Bekasi juga tidak pernah mempermasalahkan dana hibah melainkan hak yang belum dibayarkan oleh wali murid. Serta program Bantuan Pendidikan Menengah Universal tidak bisa dijadikan alat ancaman untuk menyerahkan ijazah.

“Kami menilai kebijakan gubernur ini sembrono, tidak partisipatif serta tidak berkekuatan hukum dan intimidatif,” katanya.

Kebijakan tersebut dinilai menimbulkan efek kerusakan pada sistem pendidikan di Provinsi Jawa Barat yang luar biasa. Alih-alih bertindak sebagai seorang pembina dalam sistem pendidikan, Gubernur Jawa Barat justru menunjukkan sikap premanisme berdasi berkedok pahlawan.

Sekolah yang tidak menuruti kebijakan diancam tidak akan menerima Bantuan Pendidikan Menengah Universal (BPMU) bahkan pencabutan izin operasional.

Selain dianggap intimidatif, efek dari kebijakan tersebut adalah hilang moral dan rasa tanggung jawab peserta didik serta orang tua murid. Padahal dua karakter itu penting untuk dimiliki peserta didik.

“Ini merupakan upaya para ulama mendampingi dan memberikan nasihat pada umaro untuk bersikap adil dalam membuat kebijakan, khususnya dalam bidang pendidikan,” kata pengasuh Pesantren Sirojul Ummah Bekasi KH. Nurhayadi.

Koordinator JPPI Jawa Barat Zaky Mubarok dalam kesempatan rapat gabungan berpendapat kebijakan ini akan menambah jumlah anak putus sekolah karena daya tampung sekolah negeri jenjang SMK dan SMA hanya 36 persen.

“Artinya Jabar akan kembali menempati peringkat pertama untuk provinsi dengan jumlah putus sekolah tertinggi nasional. Kebijakan yang bersifat populis, tapi tidak menyelesaikan masalah pendidikan apa pun. Justru menimbulkan masalah baru yang serius,” ucapnya.

Sementara Plt Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat mengakui Pemerintah Provinsi Jawa Barat tidak mampu secara finansial untuk membayar semua tunggakan peserta didik di lembaga-lembaga sekolah swasta dan pondok pesantren.

Surat edaran nomor 3597/PK.03.04.04/SEKRE yang ditunjukan kepada SMK/SMA/SLB negeri dan swasta se-Jawa Barat tentang percepatan penyerahan ijazah atas arahan Gubernur Jawa Barat.

Rapat gabungan tersebut dihadiri Pimpinan DPRD Jawa Barat Acep Jamaludin, Ketua Komisi V Yomanius Untung, Plt. Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat, Kepala Bappeda Jawa Barat serta Kepala Biro Hukum dan Kesra Jawa Barat.

Kemudian Ketua PCNU Kabupaten Bekasi, Ketua Badan Musyawarah Perguruan Swasta Jawa Barat, Forum Pondok Pesantren Jawa Barat, LP Maarif Jawa Barat, RMI Jawa Barat, Pergunu Jawa Barat, PGRI Jawa Barat, MKKS Jawa Barat, FKDT Jawa Barat dan JPPI Jawa Barat.

Tutup