OPINI: Kasus Perundungan di Kalangan Siswa ‘Darurat’
Perundungan atau bullying di Indonesia, dinilai sudah ‘darurat’ karena kasusnya terus bertambah dan belum ada tanda-tanda penurunan.
Meski demikian, Kemendikbud telah menerbitkan sejumlah kebijakan terkait pencegahan kekerasan di satuan pendidikan.
Melansir survei dari Kemendikbudristek ada 24,4% siswa yang berpotensi mengalami perundungan di sekolah.
Sedangkan, menurut Badan Pusat Statistik dalam laporannya, kebanyakan siswa yang mengalami perundungan di Indonesia adalah laki-laki.
Diketahui, saat ini kasus bullying semakin marak terjadi di kota-kota besar. Karena kurangnya empati dari lingkungan sekitarnya salah satunya pihak sekolah.
Kasus pembullyan verbal sudah menjadi hal yang biasa terjadi di lingkungan sekolah dan masyarakat.
Karena hal tersebut dianggap oleh sebagian besar orang sebagai candaan semata, sehingga menjadi hal yang lumrah terjadi.
Beberapa pihak pun dalam kasus pembullyan hanya dianggap candaan bukanlah hal yang serius untuk ditanggapi, karena kebanyakan orang menganggap candaan anak-anak sebagai hal sepele.
Salah satunya di Bekasi, yang terjadi di SD Negeri Jatimulya 09, Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, seorang anak kelas 6 SD dengan inisial F menjadi korban perundungan teman-temannya hingga berujung kakinya diamputasi.
Menurut Kasi Humas Polres Metro Bekasi AKP Hotma Sitompul, pada Rabu 1 November 2023 menjelaskan dalam kronologinya hendak membeli makanan ke kantin, sebelum sampai di kantin sekolah korban dislengkat oleh pelaku.
Namun, pihak sekolah menganggap sebelah mata kejadian tersebut dengan menganggap aksi slengkat tersebut hanya candaan.
Wakil kepala sekolah SDN Jatimulya 09 menilai tindakan tersebut hanyalah candaan antar siswa yang tidak sengaja terjadi.
Berdasarkan kasus tersebut, seharusnya guru menjadi penengah terhadap kasus perundungan, bukan malah menganggap sebelah mata atau mewajarkan hal tersebut.
Karena kita tidak tahu apa yang dirasakan oleh korban setelah mendapatkan perundungan, apakah ia baik-baik saja, terluka fisiknya atau malah memiliki pemikiran untuk mengakhiri hidupnya.
Adapun sikap guru yang sebaiknya dilakukan ketika ia menemukan atau melihat kasus bullying, yaitu:
1) Tanggapi kejadian itu dengan serius.
2) Hargai dan berterima kasihlah pada siswa tersebut karena telah melapor kepada Anda.
3) Yakinkan dia bahwa itu bukan salahnya.
4) Tunjukkan empati.
5) Bantu anak yang di-bully untuk membela dirinya sendiri bahwa dia bisa mengatakan tidak suka jika dikerjai oleh temannya.
6) Tanyakan kepada anak tentang apa yang dapat dilakukan untuk membuat dia merasa aman.
7) Bicaralah dengan setiap anak yang terlibat dalam situasi ini secara terpisah. Hindari menyalahkan, mengkritik, atau meneriaki di depan wajah mereka. Dorong dan hargai nilai kejujuran.
8) Pertimbangkan peran atau pengaruh ‘kelompok sebaya’. Bullying terkadang dilakukan oleh kelompok. Jika bullying dilakukan oleh seorang anak, dengan bantuan atau dukungan dari anak-anak lain mereka semua juga harus menanggung konsekuensinya bersama, terutama agar mengetahui dampak perbuatan mereka kepada anak yang dibully, serta meminta maaf.
9) Ambil tindakan kepada pelaku bullying. Beritahu si anak, orang tuanya, dan kelas mengenai perkembangan kasusnya, dengan tetapi menghormati semua pihak.
10) Tindak lanjuti secara teratur dengan anak tersebut mengenai kemajuan yang dibuat mengenai masalah ini sesudahnya.
11) Jika perlu, carilah bantuan dari pihak eksternal. Ketika Anda menghadapi masalah yang parah atau signifikan yang tidak Anda ketahui cara mengatasinya, laporkan kepada guru konseling sekolah, atau pekerja sosial, atau psikolog. Anda mungkin perlu menghubungi Telepon Pelayanan Sosial Anak (TePSA) di 1500771.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku Bullying meliputi faktor keluarga menjadi penyebab timbulnya perilaku bullying dikalangan peserta didik, sebab keluarga khususnya pelaku bullying tidak mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orang tuanya. Mereka cenderung mendapatkan perlakuan yang tidak baik dari orang tua.
Sehingga, mereka mencontoh apa yang mereka lihat dari orang tua. Faktor teman sebaya juga memiliki peran yang besar sebagai penyebab bullying karena sebagian besar waktu yang mereka miliki dihabiskan bersama teman-temannya.
Lingkungan pergaulan pelaku bullying memiliki peran penting dalam tindakan bullying yang ia lakukan, karena pelaku cenderung mengikuti apa yang dilakukan teman-temannya.
Tak hanya itu, faktor media sosial terkadang tayangan yang sering dinikmati oleh pelaku didalamnya banyak mengandung unsur-unsur kekerasan sehingga mempengaruhi perilaku si anak.
Berdasarkan opini tersebut dapat disimpulkan bahwa bullying adalah bentuk tindakan atau perilaku negatif, agresif seperti mengganggu, menyakiti atau melecehkan yang dilakukan secara sadar, sengaja dengan cara berulang-ulang oleh seseorang atau sekelompok orang untuk menyebabkan ketidaksenangan atau menyakiti orang lain.
Hal itu dengan secara berulang kali dan bullying ini sifatnya mengganggu orang lain karna dampak dari perilaku negatif yang kini sedang popular dikalangan masyarakat adalah ketidak nyamanan orang lain atau korban bullying.
Penulis Mahasiswa Universitas Pelita Bangsa, Program Studi PGSD:
- Annisa Azzahra
- Rosa Linda Sari Dwi Putri T.
- Shofiyah Nur Azizah
- Santih
- Wahyu Setiyo Asih
Dosen Pengampu: Septian Mukhlis, S.Pd., M.Pd.