Harga Kopi Arabika Dunia Tembus Rekor Naik 50%

Barista menunjukan biji kopi di salah satu gerai di Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (2/12/2024). (terkenal.co.id/Muhammad Noer Hikam)

Harga kopi Arabika global melonjak tajam, mencapai level tertinggi dalam beberapa tahun. Kenaikan ini telah mencapai lebih dari 50% sejak Agustus 2025, memicu kekhawatiran tentang pasokan global akibat perdagangan antara Amerika Serikat (AS), Brasil, dan Kolombia, dua produsen kopi Arabika utama dunia.

Sebagaimana dilaporkan oleh Nasdaq, kenaikan harga ini terjadi setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan rencana untuk mengenakan tarif baru pada impor dari Kolombia, produsen Arabika terbesar kedua di dunia. Sementara itu, penguatan real Brasil telah menghambat ekspor kopi negara tersebut.

Akibatnya, harga kopi Arabika kini mencapai US$4,30 per pon, mendekati rekor tertinggi yang dicapai pada bulan Februari. Di bursa berjangka ICE, stok kopi Arabika telah jatuh ke level terendah dalam 19 bulan terakhir, yaitu hanya 467.000 kantong.

Situasi ini diperparah oleh tarif impor 50% untuk kopi Brasil, yang telah menyebabkan pembeli AS membatalkan kontrak baru dan mendorong harga global naik secara signifikan.

Meskipun terdapat potensi koreksi harga jika AS dan Brasil menyepakati kebijakan tarif, harga pasar tetap tinggi. Faktor cuaca turut berkontribusi terhadap situasi ini:

Somar Meteorologia melaporkan curah hujan yang tinggi di Minas Gerais, wilayah penghasil utama Arabika Brasil.

NOAA memprediksi peluang La Niña sebesar 71%, yang dapat menurunkan produktivitas tanaman kopi pada musim 2026/2027.

Menurut Dinas Pertanian Luar Negeri (FAS) USDA, produksi Arabika global pada 2025/26 diproyeksikan turun 1,7% menjadi 97 juta karung, sementara produksi stronga akan meningkat 7,9%. Organisasi perdagangan kopi Volcafe bahkan memperkirakan defisit Arabika global akan mencapai 8,5 juta karung, tertinggi dalam lima tahun.

Kabar baik datang dari Indonesia. Menurut laporan USDA FAS Jakarta (Mei 2025), produksi kopi nasional diperkirakan meningkat 5% menjadi 11,3 juta karung, didukung oleh cuaca yang mendukung dan peningkatan penggunaan pupuk. Namun, Robusta masih mendominasi 85% produksi, sementara Arabika hanya berkontribusi sekitar 13%, atau 1,45 juta karung.

Meskipun pangsanya kecil, prospek harga global memberikan angin segar bagi petani di Gayo (Aceh), Toraja (Sulawesi Selatan), dan Kintamani (Bali). Data Bappebti menunjukkan harga spot kopi Arabika di Medan melonjak menjadi Rp222.000 per kilogram pada Februari 2025, hampir dua kali lipat dari tahun sebelumnya.

Kenaikan ini mendorong petani untuk meningkatkan perawatan kebun dan merehabilitasi perkebunan kopi yang sebelumnya terbengkalai.

Dari perspektif perdagangan, ekspor kopi Indonesia pada tahun 2025/26 diproyeksikan meningkat 7% menjadi 6,5 juta karung, dengan tujuan utama adalah Uni Eropa, AS, Mesir, Malaysia, India, dan Jepang. Namun, ekspor ke AS dihentikan sementara karena tarif resiprokal sebesar 32%, yang mendorong beberapa eksportir mengalihkan pengiriman ke pasar ASEAN, Jepang, dan Timur Tengah.

Sementara itu, konsumsi domestik diperkirakan hanya tumbuh tipis menjadi 4,81 juta karung, seiring melemahnya daya beli kelas menengah. Meskipun penjualan kopi siap minum (RTD) masih akan meningkat sebesar 3% pada tahun 2025, tingkat pertumbuhan ini merupakan yang terendah sejak pandemi.

Lonjakan harga Arabika justru membuka peluang signifikan bagi Indonesia untuk memperkuat posisinya di pasar kopi premium global. Dengan peningkatan kapasitas pascapanen, sertifikasi kemiskinan, dan dukungan pemerintah bagi petani kecil di dataran tinggi, kopi Arabika Indonesia berpotensi untuk meraih keunggulan internasional.

Jika momentum ini dimanfaatkan secara efektif, Indonesia dapat memanfaatkan harga yang tinggi ini sebagai titik balik kebangkitan kopi Arabika dan memperkuat merek kopi lokal di pasar global.

Tutup