DPR Kritik PT Garuda Indonesia soal Terus Merugi?
Mufti Anam, anggota Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), mengkritik keras PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk terkait pembenahan manajemen.
Menurut Mufti, maskapai tersebut tidak pernah menghasilkan keuntungan bagi negara. Namun, negara hadir membantu Garuda Indonesia melalui Danantara Indonesia yang telah memberikan suntikan modal baru sebesar Rp6,6 triliun.
“Jadi, negara sebenarnya sudah sangat terlibat dalam penyelamatan Garuda, tapi tetap saja begitu,” ujarnya dalam rapat dengar pendapat antara Komisi VI dengan Garuda Indonesia, InJourney Airports, dan IAS pada Senin, 22 September 2025.
“Mereka bilang akan menguasai 50 persen pasar domestik, misalnya. Tapi bagi kami, itu mustahil. Saat ini baru 11 persen. Swasta 60 persen,” tambahnya.
Mufti juga memaparkan pangsa pasar yang bisa diraih pada tahun tersebut. Jika tidak tercapai, ia menantang manajemen untuk mengundurkan diri.
“Pangsa pasar domestik 50 persen itu ditentukan per tahun. Kita tidak mau tertipu lagi di sini.” “Kita minta peta jalan 2026, berapa persen pangsa pasarnya. Dan kalau tidak tercapai, apakah direksi dan jajarannya bisa mengundurkan diri?” tanya Mufti.
“Saya tadinya yakin akan tepat waktu, tapi jam 15.40, pesawatnya delay. Pesawat yang biasa saya tumpangi, maskapai swasta, malah lebih cepat lagi. Jadi, ternyata kita berharap Garuda tepat waktu, tapi yang ini tidak. Makanya saya tanya ke Bapak di depan saya tadi, ‘Apakah Bapak akan dapat penghargaan di tahun 2023? Siapa yang akan dapat penghargaan untuk penerbangan tepat waktu?'” tanyanya lagi.
Lebih lanjut, Mufti juga menyoroti kekuatan armada Garuda Indonesia yang mencapai 78 pesawat. Namun, berdasarkan data, hanya 58 pesawat yang bisa dilayani.
“Berarti ada 20 pesawat yang tidak bisa diperbaiki, ya, Pak? Kalau saya salah, tolong dijelaskan nanti. Jadi, kalau saya hitung, persentasenya 26 persen, artinya seperempat pesawat yang dibeli Garuda Indonesia itu cacat,” tanyanya.
“Saya juga mau tanya, apa tolok ukurnya untuk perusahaan swasta? Misalnya, Lion Air dan Batik Air, Pak. Wajar kan kalau 26 persen pesawatnya cacat? Apa tidak memberatkan Garuda Indonesia?” pungkasnya.