Ratusan Pekerja PT Eun Sung Bekerja Tanpa BPJS, XTC Kabupaten Bekasi Desak Penegakan Hukum
Kunjungan kerja Komisi IV DPRD Kabupaten Bekasi dan Dinas Ketenagakerjaan ke PT Eun Sung Indonesia di Kawasan Jababeka, Cikarang Utara, Kamis (31/07/2025), menguak persoalan serius: ratusan karyawan outsourcing bekerja tanpa perlindungan jaminan sosial sejak lebih dari setengah tahun terakhir.
Dari sekitar 500 pekerja, terungkap sebanyak 384 karyawan outsourcing tidak memiliki kepesertaan aktif dalam program BPJS Kesehatan maupun BPJS Ketenagakerjaan, termasuk iuran Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), dan Jaminan Kematian (JKM).
Mereka tercatat sebagai tenaga kerja alih daya di bawah pengelolaan LPK Adhi Gana Apta, yang diduga lalai menunaikan kewajiban pembayaran iuran sejak Oktober 2024 hingga Juli 2025.
Awalnya, kunjungan DPRD dan Disnaker ini digelar untuk menindaklanjuti laporan masyarakat soal pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak terhadap empat pekerja magang.
Persoalan tersebut berhasil diselesaikan secara musyawarah. Dua orang kembali bekerja di PT Eun Sung, sementara dua lainnya akan dialihkan ke perusahaan lain oleh LPK PT Citra Tunas Karya (CTK).
Namun, selama proses klarifikasi, terungkaplah fakta mengenai ratusan pekerja yang bekerja tanpa jaminan sosial. HR Manager PT Eun Sung Indonesia, Rudi, mengakui pihaknya telah beberapa kali melayangkan teguran kepada LPK Adhi Gana Apta, baik secara lisan maupun tertulis.
“Pertama kali terjadi sejak Oktober tahun lalu. Mereka sempat membayar hingga Desember, tapi dari Januari hingga sekarang belum dibayar,” ujar Rudi.
Pihak perusahaan pun mengaku khawatir karena kelalaian tersebut bisa mengganggu operasional. Jika sampai September 2025 tak ada penyelesaian, PT Eun Sung mengancam akan memutus kerja sama dengan LPK Adhi Gana Apta.
Menyikapi temuan ini, organisasi kepemudaan XTC Indonesia DPC Kabupaten Bekasi menyatakan siap mengawal kasus ini hingga tuntas secara hukum. XTC menyoroti bahwa pelanggaran hak pekerja ini bukan hanya kelalaian administratif, melainkan kejahatan struktural yang harus disikapi serius.
“Kami akan melaporkan ini ke Kejaksaan Negeri Kabupaten Bekasi. Ratusan pekerja telah dikorbankan oleh kelalaian yang berlangsung berbulan-bulan,” tegas Mario, Kabid OKK pada XTC Indonesia DPC Kabupaten Bekasi
Pihaknya juga menyebut bahwa LPK Adiguna dan Srikandi diduga dimiliki oleh salah satu anggota DPRD Kabupaten Bekasi dari Komisi IV. Jika benar, hal itu dinilai melanggar Perda Kabupaten Bekasi No. 1 Tahun 2021 tentang Kode Etik DPRD, khususnya larangan anggota dewan menjalankan bisnis yang berkaitan dengan tugas pengawasan, seperti LPK.
“Kalau benar ada anggota DPRD yang terlibat, ini pelanggaran etik serius. Seharusnya mereka membela pekerja, bukan justru terlibat dalam outsourcing yang tidak membayar BPJS,” tambah Mario.
Sementara itu, Kepala Bidang Pelatihan Kerja Disnaker Kabupaten Bekasi, Widi Mulyawan, membenarkan bahwa pihaknya telah menerima keluhan soal iuran BPJS yang tidak dibayarkan oleh LPK. Namun, ia menjelaskan bahwa pengawasan langsung terhadap perusahaan merupakan kewenangan pemerintah provinsi.
“Tadi disepakati akan dibentuk Satgas Pengawasan untuk memperkuat fungsi pengawasan, termasuk terhadap LPK,” pungkas Widi.